YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Ketimpangan perlakuan pemerintah terhadap Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) masih kental terasa. Berdasarkan data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI), jumlah PTN di Indonesia hanya 125 unit, sementara jumlah PTS mencapai lebih dari 2.800 unit atau 22 kali lipat lebih banyak. Namun, besarnya jumlah PTS tersebut tidak sebanding dengan komitmen dan kontribusi negara dalam memberikan dukungan. Mayoritas bantuan justru lebih banyak diarahkan kepada PTN.
Hal ini disoroti Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc. Menurutnya, dengan berbagai prestasi yang telah ditorehkan PTS, seharusnya pemerintah melihat kampus swasta sebagai mitra penting dalam membangun bangsa, bukan malah membuatnya semakin terbebani dengan keterbatasan sumber daya.
“Akreditasi, prestasi, dan publikasi kita sering lebih unggul daripada PTN. Tapi ketika menghadapi kebijakan yang tidak adil, kita jadi ikut pusing,” ujar Nurmandi saat ditemui di Gedung AR Fachruddin A, Senin (15/9).
Ia menyoroti perbedaan mencolok dalam pemberian hibah penelitian maupun program bantuan lainnya. Menurutnya, pemerintah lebih memprioritaskan PTN, sementara PTS sering kali hanya mendapatkan porsi kecil. Hal serupa juga terjadi pada program Kartu Indonesia Pintar (KIP), yang jauh lebih banyak dialokasikan kepada mahasiswa PTN.
“KIP di PTN diberi porsi besar, sedangkan PTS hanya sedikit. Kalau soal sertifikasi dosen (serdos) dan penelitian mungkin relatif adil, tapi untuk hibah-hibah lain sangat memihak ke PTN,” jelasnya.
Nurmandi juga menyinggung masalah pembangunan infrastruktur kampus. PTN mendapatkan pendanaan dari pemerintah untuk membangun sarana dan fasilitas, sementara PTS harus menanggung sendiri pembiayaannya.
“Bagi PTS, tantangan terbesar adalah membangun sarana. Kalau kami membangun, terpaksa harus membebankan biaya kepada masyarakat karena memang tidak mampu menanggungnya sendiri,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah lebih memberi perhatian kepada PTS dan menempatkannya sebagai mitra strategis dalam pembangunan bangsa.
“Ketimpangan bantuan hibah perlu dikikis. Pemerintah seharusnya melihat PTS sebagai mitra potensial, sehingga kita bisa bergandeng tangan bersama memajukan pendidikan Indonesia,” tegas Nurmandi. (FU)