Sedekah Jariyah: Infrastruktur Kebaikan dan Nafas Peradaban Muhammadiyah
Oleh: Soleh Amini Yahman, Psikolog, dosen UMS, Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PDM Surakarta
Dalam arus kehidupan yang terus bergerak cepat ini, setiap manusia sesungguhnya sedang menorehkan jejak. Ada jejak yang sekilas hadir lalu lenyap ditelan waktu, namun ada pula jejak kebaikan yang tetap hidup sekalipun pelakunya telah meninggal dunia. Inilah yang oleh Islam disebut sebagai sedekah jariyah, yakni amal kebajikan yang terus mengalir manfaatnya melampaui batas usia manusia. Rasulullah SAW menegaskan bahwa ketika seseorang meninggal dunia, seluruh amalnya terputus kecuali tiga : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya. Pesan penuh hikmah ini memberikan pemahaman bahwa ada amal-amal tertentu yang tidak berhenti pada satu titik waktu, tetapi terus tumbuh seperti benih yang menumbuhkan tujuh bulir, dan setiap bulir berisi seratus biji, sebagaimana diibaratkan Al-Baqarah ayat 261. Kebaikan yang ditanam dengan niat tulus akan berkembang menjadi manfaat yang luas, menghidupkan banyak jiwa, dan meneguhkan kualitas kemanusiaan.
Jejak inilah yang dalam sejarah peradaban Islam selalu menjadi pilar tegaknya masyarakat berkemajuan. Masjid, sumur, madrasah, rumah sakit, perpustakaan semuanya merupakan bentuk sedekah jariyah yang pengaruhnya melintasi generasi. Setiap langkah kaki yang menuju masjid, setiap teguk air yang menghapus dahaga, setiap lembar pengetahuan yang dibaca para pembelajar, adalah aliran manfaat yang terus bergerak hingga hari akhir. Semakin banyak manusia yang merasakannya, semakin luas pula pahala yang mengalir bagi mereka yang merintis dan merawatnya.
Gagasan infrastruktur kebaikan itu menemukan bentuk paling nyata dalam perjalanan panjang Persyarikatan Muhammadiyah. Sejak berdiri 113 tahun lalu, Muhammadiyah bukan hanya hadir sebagai organisasi dakwah, tetapi sebagai mesin perubahan sosial yang menghidupkan nilai-nilai Islam melalui amal nyata. KH. Ahmad Dahlan mengajarkan bahwa dakwah harus menyapa kehidupan secara utuh, mengangkat martabat manusia, dan menghapus ketertindasan melalui pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan. Dari keyakinan ini, jaringan amal usaha Muhammadiyah tumbuh menjadi ekosistem sedekah jariyah yang besar, terkelola, dan berkelanjutan. Setiap sekolah yang didirikan, setiap perguruan tinggi yang melahirkan generasi cendekia, setiap ruang kelas yang menjadi tempat lahirnya kemuliaan ilmu, semuanya adalah rangkaian jariyah yang tak pernah padam. Demikian pula PKU Muhammadiyah dengan layanan kesehatan yang menjangkau berbagai penjuru negeri, merawat masyarakat tanpa membedakan latar belakang. Panti asuhan, pemberdayaan ekonomi, pengelolaan zakat dan wakaf melalui Lazismu, serta berbagai gerakan dakwah di pusat kota hingga pelosok desa, semuanya menegaskan bahwa Muhammadiyah telah membangun jalur distribusi manfaat yang luas dan terukur.
Sedekah jariyah dalam bingkai Muhammadiyah tidak hanya menjadi konsep spiritual, tetapi berubah menjadi sistem sosial modern yang menghidupkan harapan ribuan orang. Setiap sukarelawan yang mendarmabaktikan tenaga, setiap pengajar yang mencurahkan ilmu, setiap donatur yang menyisihkan hartanya, hingga setiap pengurus yang menggerakkan organisasi, semuanya terhubung dalam mata rantai amal yang terus mengalir. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah sejatinya adalah gerakan jariyah yang hidup, tumbuh, dan memberi manfaat sepanjang masa.
Di tengah dinamika gerakan ini, pesan KH. Ahmad Dahlan yang amat terkenal kembali menggema: “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.” Kalimat singkat ini menampar kesadaran kita agar terus menjadi penyumbang manfaat, bukan penikmat fasilitas; menjadi penggerak, bukan penonton; menjadi bagian dari solusi, bukan beban organisasi. Selama hayat masih dikandung badan, selalu ada yang bisa kita persembahkan—baik tenaga, pikiran, kesempatan, maupun harta yang kita titipkan sebagai ladang amal. Allah sendiri menjanjikan bahwa apa pun yang kita infakkan akan Dia ganti dengan sebaik-baik ganjaran.
Pada era digital saat ini, cakupan sedekah jariyah semakin luas. Membangun rumah sakit atau sekolah tetap mulia, tetapi ada pula jalan kebaikan lain yang terbuka lebar: beasiswa pendidikan, wakaf produktif berbasis teknologi, platform dakwah digital, penguatan ekonomi keluarga dhuafa, dan berbagai inovasi sosial yang memberi manfaat berkelanjutan. Selama sebuah amal dapat terus menghidupi banyak orang, maka ia tercatat sebagai jariyah yang memperluas keberkahan hidup.
Akhirnya, kita dipanggil untuk menjadi arsitek peradaban kebaikan. Hidup ini terlalu singkat bila hanya digunakan untuk diri sendiri. Sedekah jariyah adalah cara terbaik untuk memastikan bahwa keberadaan kita tidak berhenti ketika napas berakhir, tetapi tetap hidup dalam manfaat yang dirasakan sesama. Muhammadiyah telah membuka jalan yang lapang, telah membangun infrastruktur kebaikan yang kokoh. Kini tugas kita adalah melanjutkan langkah para pendahulu, memperkuat yang telah berdiri, dan memperluas jangkauan manfaat hingga ke seluruh penjuru negeri.
Semoga setiap ikhtiar yang kita persembahkan menjadi bagian dari aliran pahala yang tidak pernah kering, menjadi cahaya yang menuntun perjalanan menuju ridha Allah ﷻ, dan menjadi bukti bahwa kita pernah hadir membawa arti bagi kehidupan. Aamiin ya Rabbal ’alamin.


