Sofa Beledru Saksi Kesetiaanmu

Publish

23 May 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
87
Istimewa

Istimewa

Sofa Beledru Saksi Kesetiaanmu

Oleh: Pradana Boy ZTF, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang. Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 2025.

Empat orang berseragam nampak duduk sambil menahan kantuk di kursi sofa sebuah hotel di Kawasan Misfalah, Makkah, Saudi Arabia. Waktu menunjukkan pukul 00.30. Keempat orang itu sesekali menguap lebar secara bergantian, sambil menyandarkan kepala dan pundak di sandaran sofa berbalut beledru warna krem yang memang terlihat nyaman. Kombinasi fisik yang lelah dan sofa empuk memang menjadi alasan yang sempurna untuk mereka tertidur.

Orang-orang berseragam itu adalah para petugas haji 2025 yang tengah menunggu jamaah haji Indonesia yang hendak datang dari Madinah ke Makkah. Saat ini, jamaah haji memang diberangkatkan ke Makkah karena puncak ibadah haji yang layaknya diistilahkan dengan Armuzna (Arafah, Mina dan Muzdalifah) itu semakin dekat. 

Keempat petugas itu menanti kehadiran jamaah haji yang dijadwalkan akan hadir pada pukul 16.00 waktu Saudi. Namun, hingga lewat tengah malam, jamaah yang dimaksudkan tak juga hadir. Jika dihitung, dalam waktu lebih dari tujuh jam, para petugas haji ini tanpa lelah menantikan kehadiran jamaah. Pemandangan seperti ini tidak hanya terjadi di satu dua hotel pemondokan jamaah haji Indonesia di Makkah. Hampir semua petugas haji pastilah merasakan keadaan yang serupa dalam situasi yang berbeda-beda. Tentu saja, situasi itu bukanlah sebuah kesengajaan. Jadwal pemberangkatan bus dari Madinah ke Makkah, telah diatur sedemikian rupa, dengan harapan agar sampai di tempat tujuan tepat waktu, atau jikapun terlambat, tidak terlalu ekstrem.

Namun, kepadatan kendaraan menuju Makkah pada musim haji yang begitu tinggi, menjadikan perjalanan menjadi unpredictable. Maka keterlambatan kendaraan menjadi hal yang biasa. Justru di tengah situasi seperti itu, para petugas ini menunjukkan dedikasinya. Wajah-wajah menahan kantuk yang dengan setia menunggu kehadiran jamaah itu memang lelah, namun jauh di balik wajah lelah itu terpancar tekad ikhlas untuk melayani para tamu Allah.

Sebagaimana pakaian ihram yang melambangkan kesetaraan, maka demikian pula dengan baju petugas haji. Para petugas haji sebenarnya berasal dari aneka latar belakang. Ada PNS, tentara, polisi, aktivis, akademisi dengan gelar guru besar dan doktor, pengasuh pesantren, kiai, pejabat daerah, dan bahkan pejabat negara. Namun mereka tak canggung sama sekali dalam melakukan aneka pekerjaan pelayanan, bahkan dalam bentuk kesetiaan penantian pada jamaah yang hendak datang seperti cerita di atas.

Namun bukan itu saja. Petugas haji haruslah siap menghadapi aneka situasi yang tak terduga. Sebelum menjalani tugas, para petugas memang telah mendapatkan bimbingan teknis. Namun, itu bisa disebut sebagai semacam garis besar aksi saja. Karena dalam kenyataannya, dalam menjalankan amanah, para petugas haji harus memiliki spontanitas tinggi, insting tajam, atau kemampuan memberi solusi dalam waktu yang sangat terbatas. Singkat kata, seorang petugas mesti mau menjalankan fungsi multi-tasking. Harus mau. Karena keadaan yang terjadi sangat beragam dan kadang-kadang jauh bergeser dari teori-teori dalam sesi-sesi bimbingan teknis.

Seperti yang terjadi malam menjelang isya’ itu. Saya baru saja mengantar seorang jamaah asal Sidoarjo yang hotelnya terpisah dari hotel suaminya. Namun, belum sempat saya melangkah meninggalkan hotel itu menuju hotel tempat saya bertugas, saya menyaksikan aneka persoalan dari jamaah kembali memberondong semua petugas. Di tengah situasi itu, dua perempuan muda menghampiri saya, mereka menceritakan tentang keadaan seorang perempuan lansia, yang rupanya ibu kandung salah salah satu dari kedua orang itu.

Perempuan lanjut usia itu sakit, tetapi pemondokannya terpisah dari sang anak. Mereka melobi petugas agar bisa diizinkan untuk berkumpul. Dengan penjelasan-penjelasan yang masuk akal, akhirnya perempuan lansia itu diizinkan untuk tinggal bersama anaknya. Selesai?

Cerita tak selesai di situ. Karena fisiknya yang lemah, tak mungkin sang ibu dibawa ke hotel lain dengan berjalan kaki. Apakah ada kendaraan petugas yang bisa mengantarkan? Tentu saja ada. Sayangnya, kendaraan petugas baru saja meluncur menuju tujuan yang lebih jauh, mengantarkan jamaah yang salah hotel, lengkap dengan semua barang bawaannya.

Maka taksi menjadi pilihan. Bulan diputuskan naik taksi. Rupanya ada masalah lain. Si anak yang hendak membawa sang ibu ke hotelnya itu tak memiliki uang riyal. Saat ia memeriksa dompetnhya, hanya ada uang rupiah berwarna merah dan biru yang bersarang. Tanpa berpikir lebih lama, saya buka dan periksa dompet. Alhamdulillah, di dalam dompet saya beberapa lembar uang riyal bertengger, termasuk pecahan kecil-kecil. Maka uang rupiah milik perempuan muda itupun ditukar dengan riyal saya. Lalu, kami keluar bersama-sama untuk mencari taksi.

Sebelum taksi kami dapatkan, ada permintaan lain. Perempuan muda itu meminta agar ada petugas laki-laki yang ikut mendampingi dia dan ibunya menuju hotel. Sangat bisa dimaklumi. Ini negara orang. Membiarkan kaum perempuan bepergian tanpa perlindungan seorang laki-laki adalah sebuah tindakan nekad yang berisiko. Karena semua petugas yang ada saat itu sibuk dengan aneka pekerjaan, maka saya putuskan untuk menemani mereka.

Petugas lainnya, seorang mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Tunisia, saya minta nyegat taksi dan nego harga, karena ia memiliki kemampuan berbahasa Arab yang sangat baik. Begitulah akhirnya. Saya mengantar mereka ke hotel dengan menumpang taksi yang bertarif 10 riyal atau sekitar 50 ribu rupiah. Taksi hanya berjalan beberapa menit, dan sampailah ke tempat tujuan. Setelah memastikan semua aman, saya kembali ke hotel tempat saya berpiket malam itu dengan berjalan kaki.

Masih banyak cerita-cerita menarik lainnya. Namun kisah-kisah ini hanyalah contoh kecil dari makna seragam petugas haji. Bukan haji soal kesetaraan dan keharusan menanggalkan atribut apapun yang dimiliki oleh para petugas di tanah air, tetapi juga kesediaan untuk melakukan tugas yang bersifat multi-tasking. Seorang petugas haji harus mampu menjadi tempat bertanya atas semua persoalan, penerjemah, negosiator, pelayan konsumsi, pengantar, pengawal, bahkan penukar uang. Namun, dalam hal-hal seperti itulah keikhlasan para petugas itu diuji dan dibuktikan. Dan, sofa beledru sebuah hotel di Makkah adalah saksi kesetiaan mereka.***

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Etika Sosial dan Politik dalam Masyarakat Modern Oleh: Jabrohim Fenomena sosial-politik di era ko....

Suara Muhammadiyah

6 April 2025

Wawasan

Simpul Kader Muhammadiyah: Mendayung di Antara Tiga Pasangan Calon Oleh: Ahmad Ashim Muttaqin, Kade....

Suara Muhammadiyah

8 December 2023

Wawasan

Oleh: Bahrus Surur-Iyunk Agaknya kita yang telah menjalani Ramadhan beberapa hari ini harus menguku....

Suara Muhammadiyah

20 March 2024

Wawasan

Pengasuhan Generasi Strawberry Oleh: Eko Priyo Agus Nugroho, M.Pd, Majelis Pembinaan Kader DIY Di ....

Suara Muhammadiyah

17 August 2024

Wawasan

Ramadhan, Bulan Kesantunan Berbahasa  Oleh:  Prof. Dr. Achmad Hilal Madjdi, M.Pd. Ketua P....

Suara Muhammadiyah

6 March 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah