BALIKPAPAN, Suara Muhammadiyah - Riset sebagai salah satu tridharma perguruan tinggi selalu menjadi perhatian serius bagi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Berbagai sistem dan kebijakan dirancang untuk mendorong dan menumbuhkan budaya riset di kalangan dosen. Berkat komitmen tersebut, UMY berhasil menerima dua penghargaan sekaligus dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) AIK, Riset, dan Abdimas Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) 2025, yang digelar pada Kamis (12/06/2025) di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Dalam acara tersebut, UMY menerima dua penghargaan sekaligus, yaitu sebagai PTMA dengan jumlah dokumen Scopus terbanyak (peringkat I) dan PTMA dengan jumlah jurnal terindeks Scopus terbanyak (peringkat II). Penghargaan ini diserahkan secara simbolis kepada Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat, apt. RR Subtanti Harimurti, M.Sc.,Ph.D
Ia pun mengungkapkan rasa syukurnya atas capaian ini. Menurutnya, penghargaan ini merupakan hasil dari sistem yang dibangun secara konsisten oleh UMY untuk memastikan bahwa setiap penelitian menghasilkan luaran yang bermutu, termasuk publikasi di jurnal bereputasi.
“Jelas senang ya, karena ini hasil dari kinerja luar biasa para dosen UMY. Kita memang punya sistem yang mendorong setiap riset, khususnya hibah internal, untuk memiliki luaran minimal publikasi Scopus, bahkan jika berupa proceeding sekalipun,” ujar Sabtanti.
Ia menambahkan bahwa meski pada awalnya sistem tersebut terasa memaksa, kini budaya menulis dan publikasi ilmiah justru menjadi kebiasaan menyenangkan bagi banyak dosen.
“Ada yang bilang, menulis itu sekarang jadi seperti kegiatan refreshing di tengah kesibukan administrasi dan mengajar. Bahkan beberapa sampai ketagihan,” tuturnya.
UMY juga dikenal sebagai institusi yang memberikan dukungan nyata untuk produktivitas akademik, baik melalui pendanaan riset, biaya publikasi (APC), pelatihan penulisan ilmiah seperti SCIENCAM, maupun insentif finansial bagi dosen yang berhasil publikasi di jurnal bereputasi.
“Dulu kita rutin mengadakan SCIENCE CAMP untuk melatih dosen menulis dan memilih jurnal yang tepat. Sekarang mayoritas dosen UMY sudah paham cara menulis dan publikasi, meski tantangan utamanya kini ada di manajemen waktu karena padatnya aktivitas,” jelasnya.
Selain untuk peningkatan kapasitas akademik internal, publikasi ilmiah juga berkontribusi besar pada posisi UMY di pemeringkatan nasional dan internasional. “Kita masih berada di klaster mandiri menurut Kemendikbudristek, dan publikasi adalah salah satu indikator utama dalam klasterisasi tersebut. Ke depan, bukan hanya jumlah publikasi yang diperhitungkan, tapi juga citations dan dampaknya. Jadi output-nya harus bertransformasi menjadi outcome,” tambahnya.
Dengan capaian ini, UMY menegaskan posisinya sebagai perguruan tinggi yang tidak hanya aktif dalam kuantitas riset, tetapi juga serius menjaga kualitasnya. Harapannya, sistem yang telah dibangun ini dapat terus didukung dan diperkuat.
“Selama UMY terus memberikan pendanaan yang baik, insentif yang layak, serta menjaga ekosistem riset yang mendukung, saya optimis budaya menulis dan riset ini akan terus hidup. Harapan saya, semangat ini tidak turun. Kita tetap bisa membina dosen, khususnya yang masih perlu dorongan lebih untuk aktif menulis,” tutup Sabtanti. (mut)