BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Wakil Dekan FAI Universitas Muhammadiyah Bandung Cecep Taufikurrohman menegaskan bahwa akidah Islamiah adalah elemen vital sekaligus sumber kekuatan utama bagi kehidupan seorang muslim. Menurutnya, manusia memiliki dominasi kekuatan pada jiwa dan rohani, berbeda dengan hewan yang hanya mengandalkan fisik semata.
Dalam program Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Aisyiyah Jawa Barat, Minggu (21/09/2025) lalu, Cecep menyampaikan bahwa dengan membangun kekuatan rohani melalui akal dan keyakinan, manusia mampu menaklukkan lingkungan bahkan jagat raya, serta mengatasi keterbatasan jasmani.
”Secara prinsip, akidah bermakna netral sebagai keyakinan yang dianggap benar oleh manusia. Namun, akidah Islamiah adalah satu-satunya yang benar karena berpadu dengan ajaran Islam,” ujar Cecep.
Lebih jauh, Cecep menekankan bahwa sejarah telah membuktikan akidah Islamiah menjadi pendorong lahirnya peradaban agung. Akidah yang benar, katanya, akan melahirkan etos kerja kuat berupa disiplin, amanah, kerja keras, tanggung jawab, dan keikhlasan. Tanpa akidah, seorang muslim akan kehilangan daya untuk berkarya, sementara iman harus diwujudkan dalam amal nyata, baik ritual maupun sosial.
Ia menyinggung QS Al-Baqarah ayat 177 yang menegaskan kebaikan sejati tidak cukup diwujudkan lewat simbol menghadap kiblat, tetapi melalui iman dan amal nyata. Ayat tersebut juga membantah ejekan kaum Yahudi terkait perubahan arah kiblat, sekaligus menegaskan pentingnya kepedulian sosial, termasuk berbagi kepada kerabat, anak yatim, fakir miskin, hingga membebaskan hamba sahaya.
Menurut Cecep, seorang muslim tidak memiliki waktu untuk bermalas-malasan. Selama sehat, ia wajib berkarya demi menghadirkan manfaat bagi orang lain, sebab amal saleh adalah karya yang memberi manfaat bagi sesama dan akan disaksikan oleh Allah, Rasul-Nya, serta orang-orang mukmin.
Meski Islam mendorong umatnya untuk produktif, Cecep mengakui sebagian umat justru tertinggal karena salah dalam mengimplementasikan ajaran Islam. Padahal, Nabi Muhammad SAW adalah teladan etos kerja yang sukses, pekerja keras, dan bijak memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat. Spirit Al-Quran yang menegaskan bahwa manusia hanya memperoleh sesuai dengan apa yang diusahakan, katanya, harus kembali dihidupkan.
Cecep menambahkan, akidah sering kali disalahpahami hanya sebagai keyakinan pribadi tanpa penerapan sosial. Padahal, kemusyrikan juga bisa muncul dalam bentuk menjadikan jabatan atau kepentingan di atas Allah.
Oleh karena itu, Muhammadiyah kini tengah menyusun risalah akidah agar lebih praktis dan membumi. Ia menegaskan, akidah harus mendorong produktivitas di tengah persaingan kerja sehingga seorang Muslim lebih unggul, amanah, dan disiplin.
“Pekerjaan seorang muslim tidak boleh asal-asalan, karena akan diperiksa oleh Allah, Rasul, dan kaum mukmin. Dengan kesabaran dan istikamah menerima takdir, surga telah dijanjikan bagi hamba yang rida,” pungkasnya.*(FA)