Berdakwah dengan Santun

Publish

17 July 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
60
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Berdakwah dengan Santun

Oleh: Suko Wahyudi. PRM Timuran Yogyakarta 

Dakwah merupakan manifestasi cinta hamba kepada Tuhannya dan kasih kepada sesama manusia. Ia adalah gema dari wahyu yang turun membawa cahaya, bukan petir yang menggelegar tanpa arah. Dalam dunia yang semakin gaduh oleh hiruk-pikuk kepentingan dan bisu oleh kejumudan hati, dakwah yang santun adalah embun yang jatuh di padang jiwa yang gersang. Bukan sekadar ajakan, melainkan panggilan ilahi yang mengundang jiwa kembali ke fitrahnya.

Allah SWT berfirman dalam firman-Nya yang agung:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS. An-Nahl [16]: 125)

Ayat ini menyiratkan metode yang luhur dalam berdakwah: hikmah, mau’izhah hasanah, dan mujadalah bi allati hiya ahsan. Ketiganya adalah jalan dakwah yang tak hanya menyampaikan kebenaran, tetapi juga menyentuh hati manusia agar menerima kebenaran itu dengan kelapangan jiwa. Tidak cukup hanya mengetahui yang hak, tetapi bagaimana menghadirkan yang hak dengan wajah yang ramah, bahasa yang tenang, dan napas kasih sayang.

Dalam perjalanan dakwah Rasulullah SAW, kita temukan teladan agung dari pribadi yang tak hanya benar dalam sabda, tetapi lembut dalam cara. Allah menegaskan:

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, niscaya mereka akan menjauh dari sekelilingmu." (QS. Ali-Imran [3]: 159)

Ayat ini tidak hanya menyingkap kepribadian Rasulullah, tetapi juga memberi pelajaran kepada seluruh pewaris dakwah bahwa kelembutan adalah bagian dari kebenaran itu sendiri. Tanpa kesantunan, kebenaran kehilangan sinarnya. Sebaliknya, dengan akhlak yang luhur, nasihat yang pahit pun dapat menjadi santapan yang menyehatkan.

Kebenaran Harus Disampaikan, Tetapi Tidak dengan Cara yang Menyakiti

Dalam perjalanan dakwah umat Islam di era kontemporer, tampak gejala yang menyedihkan: kebenaran menjadi tameng untuk mencela, dan nasihat menjadi alasan untuk menyakiti. Betapa sering kita jumpai ceramah, khutbah, dan dakwah-dakwah digital yang berisi kata-kata tajam, sindiran pedas, bahkan cacian yang membakar hati.

Padahal, hakikat kebenaran bukan hanya apa yang disampaikan, tetapi bagaimana ia dihadirkan kepada pendengar. Al-Haqq bukanlah cambuk yang menyiksa, melainkan pelita yang menuntun. Bila disampaikan dengan marah, kebenaran itu menjadi bara. Bila dibungkus dengan sombong, kebenaran itu menjadi pagar yang menutup jalan.

Rasulullah SAW bersabda:

"Sampaikan dariku walau satu ayat." (HR. Bukhari)

Hadis ini mengandung perintah, sekaligus peringatan: bahwa menyampaikan satu ayat pun harus mencerminkan akhlak Rasulullah SAW yang lembut, sabar, dan penuh kasih. Dakwah bukan tentang membuktikan bahwa kita paling benar, melainkan membimbing agar umat menemukan jalan pulang menuju Allah.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menegaskan pentingnya menjaga lisan dalam menyampaikan kebenaran. Lisan yang tajam bisa menorehkan luka yang dalam. Maka pendakwah sejati hendaknya seperti dokter: ia mengobati, bukan menyakiti. Ia memahami bahwa penyembuhan bukan pada obat yang pahit, tetapi pada cara memberikan obat itu dengan penuh kasih dan keahlian.

Seorang pendosa bukan musuh yang harus dihabisi, tetapi pasien yang perlu disentuh. Seorang pelaku maksiat bukan sasaran kemarahan, tetapi ladang kasih sayang yang harus disirami nasihat yang lembut. Sayyid Qutb pernah menulis, "Islam menyentuh hati manusia sebelum mengubah perilaku mereka." Maka, tugas dakwah adalah menyentuh, bukan menusuk.

Kita dapat mengambil pelajaran besar dari kisah Nabi Musa dan Nabi Harun, ketika Allah memerintahkan keduanya untuk menemui Fir’aun:

"Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, karena sesungguhnya ia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut." (QS. Thaha [20]: 43–44)

Fir’aun, musuh Allah yang paling angkuh, bahkan kepadanya pun Allah perintahkan kata-kata yang lemah lembut. Maka sungguh tidak pantas jika sesama Muslim saling menyakiti dalam nama dakwah. Jangan jadikan lidah kita tajam bagai tombak, tetapi jadikan ia seperti embun yang membasahi tanah kering hati manusia.

Kesantunan Adalah Wujud Rahmah dan Wasilah Hidayah

Kesantunan bukan kelemahan. Kesantunan adalah wajah dari rahmat, jalan dari hikmah, dan pintu dari hidayah. Hanya hati yang telah dilembutkan oleh dzikir dan ilmu yang mampu menyampaikan dakwah dengan keindahan. Kesantunan menandakan bahwa seseorang berdakwah bukan karena amarahnya, tetapi karena cintanya. Bukan karena ingin menang, tetapi karena ingin menyelamatkan.

Rasulullah SAW  bukan hanya membawa wahyu, tetapi juga menghadirkannya dengan rahmah. Beliau tidak pernah menyindir, apalagi menyakiti. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim:

"Sesungguhnya aku diutus bukan sebagai orang yang suka melaknat, tetapi aku diutus sebagai rahmat." (HR. Muslim)

Cukuplah hadis ini menjadi cermin bagi siapa pun yang menyampaikan kebenaran. Apakah dakwah kita mengandung rahmat, atau justru penuh laknat? Apakah nasihat kita membimbing, atau malah menyesatkan orang dalam kemarahan?

 Aisyah  berkata:

"Rasulullah SAWtidak pernah memukul apa pun dengan tangannya, kecuali ketika berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah membalas orang yang menyakitinya, kecuali bila hukum Allah dilanggar." (HR. Muslim)

Demikianlah Rasulullah. Beliau tidak menjadikan pribadi orang lain sebagai sasaran kebencian. Beliau tidak menggunakan kebenaran untuk menghukum, tetapi untuk membimbing.

Dalam masyarakat yang plural dan zaman yang terus berubah, kesantunan dalam dakwah menjadi semakin penting. Dakwah bukan lagi hanya berbicara, tetapi membangun dialog. Bukan lagi sekadar mengajar, tetapi merangkul. Dalam dunia yang cepat memviralkan kemarahan, justru kelembutan akan menjadi kekuatan.

Karenanya, para dai, ustadz, guru, dan siapa pun yang menyampaikan kebenaran, hendaknya selalu bermuhasabah: Apakah dakwah ini mendekatkan manusia kepada Allah, atau hanya menambah luka dan jurang di antara mereka?

Rasulullah SAW bersabda:

"Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari." (HR. Bukhari dan Muslim)

Inilah prinsip dasar dakwah yang sering dilupakan. Dalam semangat menyampaikan kebenaran, jangan sampai kita menjadi penghalang antara manusia dan Tuhannya. Jangan sampai karena lisan kita, seseorang menjauh dari Islam yang rahmatan lil alamin.

Dakwah yang santun adalah dakwah yang memuliakan. Ia bukan sekadar menyampaikan pesan ilahi, tetapi mewakili akhlak Nabi. Dalam tiap kata, ada ketulusan. Dalam tiap nasihat, ada kasih. Dan dalam tiap langkah, ada niat untuk mengantar manusia kembali kepada Allah.

Semoga kita semua diberi kemampuan untuk menyampaikan kebenaran dengan hikmah, kesabaran, dan kelembutan. Sebab dalam kesantunan itulah Allah menitipkan keberkahan, dan dalam kelembutan itulah terkandung kekuatan yang sejati.

Wallshu a’lam bi as-sawab.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Berprasangka Baik di Bulan Mulia Oleh: Dr. Amalia Irfani, M.Si, LPPA PWA Kalbar & Dosen  F....

Suara Muhammadiyah

19 March 2025

Wawasan

Oleh: Said Romadlan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta   ....

Suara Muhammadiyah

12 January 2024

Wawasan

Benarkah Orang yang Tidak Religius Lebih Sukses? Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Un....

Suara Muhammadiyah

5 July 2024

Wawasan

Anak Saleh (23) Oleh: Mohammad Fakhrudin "Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui pr....

Suara Muhammadiyah

26 December 2024

Wawasan

Keutamaan dan Etika Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Oleh: Tito Yuwono, Ph.D, Dosen Teknik Elektro UI....

Suara Muhammadiyah

4 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah