Denyut Nadi Kepemimpinan Harus Berlandaskan Kerisalahan Kenabian

Publish

11 November 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
45
Prof Dr Haedar Nashir, MSi. Foto: Cris

Prof Dr Haedar Nashir, MSi. Foto: Cris

SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Dalam pandangan Islam, semua orang sangat potensial menjadi seorang pemimpin. Kullukum ra'in wakullukum mas ulun an ra'iyyatihi. Hadis Riwayat Bukhari ini memberikan penegasan bahwa sejatinya setiap diri adalah seorang pemimpin.

“Ini memberi peluang pada kita semua untuk menjadi pemimpin. Tapi, sabda Nabi ini sebenarnya memberi peluang pada kita untuk punya karakter kepemimpinan sekaligus pertanggung jawaban atas kepemimpinan kita,” terang Haedar Nashir.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengemukakan saat membuka Sekolah Kepemimpinan Nasional (SKN) 2025 inisiasi Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah di Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi Seni dan Budaya Klidon, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman, Selasa (11/11).

Kunci menjadi seorang pemimpin, kata Haedar, harus bisa memimpin diri sendiri terlebih dahulu. “Taklukan diri sendiri, baru bisa memimpin orang lain,” bebernya. Mengingat, dalam diri pemimpin melekat aspek pertanggung jawaban yang harus ditunaikan sebaik-baiknya.

Di samping itu, tentu hal berat lainnya menyangkut nilai kepemimpinan itu sendiri. Imam Al Mawardi dalam Al Ahkaam al shultoniyah, mengilustrasikan kepemimpinan dalam perspektif Islam sebagai “al imamah maudhuatu li-khilafati al-nubuwat fi-harasati al-dini wa-siyasati al-dunya.” Bahwa, kepemimpinan ialah proyeksi dari fungsi kerisalahan Nabi dalam hal menegakkan agama dan mengurus dunia.

“Artinya, kita menjadi pemimpin di lingkungan Islam—membawa atas nama Islam—kepemimpinan profetik (kepemimpinan kenabian) yang membawa risalah agama,” ujarnya.

Risalah tersebut bermanifestasi pada, pertama, misi penyempurnaan akhlak manusia. Haedar mengetengahkan, keadaban bersumbu dari akhlak yang mulai (al-akhlak al-karimah). “Tahu baik-buruk, pantas-tidak pantas. Itu kunci keadaban,” sebutnya.

Akhlak, lanjut Haedar, sangat fundamental posisinya dalam proses membangun keadaban. “Akhlak akan membangun keadaban. Keadaban akan membangun peradaban,” tegasnya.

Kedua, terkait dengan iqra. Ini menjadi wahyu atau Risalah pertama Islam yang dibawa Nabi Muhammad dari Gua Hira, yang terkandung dan menjadi bagian dari salah satu Surat dalam Al-Quran. Bahkan, iqra di sini, sebut Haedar, bersifat Langit dan profetik.

“Maka kita, apalagi jadi pemimpin, harus punya kemampuan iqra, ta'aqqul (berpikir menggunakan akal), tafakur (berpikir menggunakan pikiran), tadabbur (selalu mengkaji), tanadhar (berpikir masa depan),” ujarnya.

Ketiga, menebar risalah yang membawa rahmat bagi semesta. Seorang pemimpin, harus bisa menebar nilai-nilai kebajikan yang melintasi. “Untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kemanusiaan semesta,” terangnya.

Tiga hal ini, sambung Haedar, harus menjadi value dalam sukma setiap pemimpin. Lebih-lebih pemimpin di Persyarikatan Muhammadiyah. “Itu harus kita transfer menjadi value kita, bagi seorang pemimpin,” tandasnya. (Cris)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

MAGELANG, Suara Muhammadiyah - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) kembali men....

Suara Muhammadiyah

16 October 2025

Berita

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah - Sebanyak 512 mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas ....

Suara Muhammadiyah

16 May 2025

Berita

SLEMAN, Suara Muhammadiyah - Dalam rangka mempersiapkan Asesmen Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD....

Suara Muhammadiyah

19 January 2025

Berita

BANTUL, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Sewon Utara menyelenggarakan r....

Suara Muhammadiyah

25 September 2023

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pengakuan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi dalam Si....

Suara Muhammadiyah

17 October 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah