Di Kala Pemangku Memangku Rakyatnya

Publish

15 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
44
Foto Ilustrasi

Foto Ilustrasi

Di Kala Pemangku Memangku Rakyatnya

Oleh: Rumini Zulfikar (GusZul), Penasehat PRM Troketon, Pedan, Klaten.

"Ing Ngarso Sung Tuladha

Ing Madya Mangun Karso

Tut Wuri Handayani"

Suatu malam terjadi sebuah obrolan ringan di teras rumah Penulis antara penulis dengan dua tokoh di tempat tinggal yaitu dengan Pak Ketua RW dan Mas Ketua RT. Kebetulan beliau berdua ini pengurus RW yang baru saja membuat kepengurusan RW walaupun belum komplit. Lha, dari obrolan itu sang penulis (GusZul) melontarkan sebuah ungkapan kepada Pak RW dan Mas RT begini, “RW 12 ini mau dibawa ke mana?”

Dan Pak RW menjawab, “Ya nanti sambil berjalan, Mas!” Sedangkan Mas RT berkata, “Yang penting nanti bersama-sama.” Lantas penulis menjelaskan, “Hiya betul. Tapi memang harus punya gambaran-gambaran visi besar yang mana menjadi tujuannya, Pak dan Mas! Contohnya begini, visine jenengan ‘Keron Menuju Lingkungan yang KUNCARA’. Dari visi tersebut nanti dijabarkan misi, program kerja serta action. Setelah itu baru evaluasi, Pak, Mas,” sambung penulis (GusZul).

Selang sehari, Android penulis menerima pesan dari Pak Ketua RW kampung sebelah yang mengabarkan ada kegiatan retret untuk pengurus RT/RW dan tokoh masyarakat. Dengan tema “Sayuk Rukun Mbangun Beberengan.” Bagi penulis, tema tersebut sangat bagus karena modal utama dalam membangun serta memajukan sebuah lingkungan itu adalah kerukunan. Jika masyarakatnya rukun maka sangat mudah untuk memajukan lingkungan, akan tetapi sebaliknya maka akan sangat sulit. Maka diawali dari sebuah kejujuran dan kerukunan itulah, begitu mudah untuk menjalankan roda pemerintahan, kemasyarakatan bisa terwujud.

Karena pada dasarnya seorang pemimpin atau dikenal dengan istilah pemangku mempunyai tanggung jawab yang sama dengan masyarakatnya. Maka pentingnya satu frekuensi dalam satu tujuan tersebut. Karena baik pemangku dan masyarakat mempunyai hak dan kewajiban dalam rangka untuk berbuat baik demi sebuah cita-cita mulia. Pada dasarnya baik itu pemimpin (pemangku) dan rakyat yang dipimpin mempunyai hak dan andil yang sama untuk berbuat kebajikan dengan menempatkan pada porsinya masing-masing.

Hal ini diungkapkan K. Hajar Dewantara seperti petikan di atas. Yaitu, seorang pemangku/pemimpin harus bisa menjadi teladan juga harus mempunyai pandangan/wawasan dalam memajukan dan memakmurkan masyarakatnya dengan kemampuan yang dimiliki.

Yang kedua adalah tokoh agama, masyarakat (ulama), cerdik pandai harus bisa memberikan pelecut atau cambuk, baik itu bagi pemangku maupun masyarakatnya sendiri. Maka dengan demikian rakyat/masyarakat akan mengikuti apa yang dititahkan oleh para pemangku itu sendiri. Akan tetapi jika sebaliknya maka rakyat akan melawan sang pemangku itu. Oleh karena itulah bagi seorang pemimpin atau pemangku harus bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sehingga dalam rangka menjadi baik secara pribadi maupun di kala menjadi seorang pemangku bisa memberikan kemanfaatan di sekelilingnya di semua lini kehidupan. Hal ini sesuai hadist Nabi di bawah ini:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain. (HR At-Thabari)

Memaknai Golong Gilig dalam Kepemimpinan

Sebagai orang Jawa dan tinggal di Jawa, maka harus dengan sendirinya mau mengambil sebuah filosofi yaitu garis imajiner atau garis lurus. Kita bisa menemukan itu baik di Yogyakarta maupun di Surakarta.

Jika di Yogyakarta ada sumbu kosmologis yaitu garis imajiner dari Gunung Merapi, terus Tugu Pal (Golong Gilig), Kraton, Panggung Krapyak, sampai Pantai Selatan. Sedangkan di Kraton Surakarta Hadiningrat garis sumbu imajinernya adalah Hutan Krendhawahana, Tugu Pamandengan, Gladak, Kraton, sampai Pantai Selatan. Di kala sang Sultan duduk di singgasananya, pandangan terfokus pada Tugu Pal Putih atau Tugu Golong Gilig sebagai titik pusat pandangan. Sedang sang Sunan ketika duduk di singgasana, pandangan terfokus pada Tugu Pamandengan sebagai titik pusatnya.

Jika kita berbicara tentang filosofi kepemimpinan dalam kultur Jawa yang divisualkan dengan Golong Gilig, maka kita akan mendapatkan pelajaran tentang sebuah konsep Golong Gilig. Secara pengertian, Golong mempunyai arti silinder, sedang Gilig mempunyai arti bulat. Jadi, dalam kehidupan sebagai pemimpin/pemangku/khalifah dalam dimensi yang luas maka harus mempunyai pemikiran yang jauh ke depan dengan sebuah tekad yang bulat. Bulat bermakna kejujuran tanpa kepentingan pribadi. Apabila kejujuran ini terbentuk maka akan memantulkan aura yang memberikan kemanfaatan.

Secara filosofi, Golong Gilig merupakan simbol menyatunya penguasa dengan rakyatnya. Seorang pemangku terbangun koneksi secara batiniah yang menyatu di kala rakyat membutuhkan rasa aman, keadilan, pembebasan dari kebodohan dan penindasan. Maka negara hadir untuk mengurai persoalan rakyat serta memberikan kemakmuran.

Selain itu, Golong Gilig mempunyai makna filosofi yang mendalam secara spiritual yaitu menyatunya umat manusia dengan Sang Pencipta. Yang mana itu merupakan sesuatu yang tidak bisa dipungkiri, karena di tangan Tuhanlah semuanya berada di bawah kendali-Nya, sedangkan umat manusia tinggal menjalankan titah-Nya.

Golong Gilig juga melambangkan spirit persatuan dan kesatuan yang kokoh antara penguasa dan rakyat dengan sa iyeg sa eka praya (kebersamaan untuk satu tujuan) yaitu kemuliaan.

Semoga dengan membaca secara holistik kita bisa mengambil esensi pentingnya menjaga keselarasan dan keharmonisan antara pemangku dan rakyat. Yang saat ini mulai ditinggalkan oleh para pemimpin/pemangku sendiri, sehingga yang dirugikan adalah bangsa dan negara kita.

Semoga kita bisa mengambil sebuah petuah maupun pesan yang telah diwariskan para winasis dan wicaksana. Aamiin.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Kisah-kisah Israiliyat disinggu....

Suara Muhammadiyah

10 May 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dalam Islam kita merasa sebagai bagian dari umat (ummah) yang satu tetapi berag....

Suara Muhammadiyah

29 September 2023

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas   Mari kita bedah Surah A....

Suara Muhammadiyah

30 May 2025

Wawasan

Oleh: Damayanti, SSi. Ketua PDA Sumenep, Kepala SMA Muhammadiyah I Sumenep 2020-2024 Di era yang te....

Suara Muhammadiyah

25 September 2024

Wawasan

Tiga Prinsip Hidup Menjaga Kualitas Kemanusiaan Oleh: M. Rifqi Rosyidi, Lc., M.Ag "Wa ja'alanī mu....

Suara Muhammadiyah

27 October 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah