Dorong Kenaikan Cukai Rokok untuk Mengurangi Konsumsi di Masyarakat

Publish

22 August 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
89
KONFERENSI PERS “Membaca RAPBN 2026: Target Penerimaan Cukai Rokok Untuk Rakyat atau Pemerintah?”

KONFERENSI PERS “Membaca RAPBN 2026: Target Penerimaan Cukai Rokok Untuk Rakyat atau Pemerintah?”

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam pidato pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan delapan agenda prioritas untuk mewujudkan ekonomi yang tangguh dan sejahtera. Salah satu agenda utama adalah Kesehatan Berkualitas yang Adil dan Merata, dengan alokasi anggaran kesehatan tahun 2026 yang mencapai Rp244 triliun. Angka ini merupakan peningkatan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya, mulai dari Rp188,1 triliun (2022) hingga proyeksi Rp210,6 triliun (2025). Anggaran ini bertujuan untuk memperkuat fasilitas dan layanan kesehatan, termasuk program Cek Kesehatan Gratis bagi 130,3 juta peserta dan penanganan Tuberkulosis (TBC) dengan alokasi Rp2 triliun.

Meskipun pemerintah berupaya meningkatkan kualitas kesehatan melalui anggaran yang besar, terdapat kontradiksi dalam kebijakan fiskal terkait tembakau. Pemerintah menargetkan penerimaan negara sebesar Rp3.147,7 triliun pada 2026, yang sebagian besar ditopang oleh penerimaan pajak, termasuk cukai. Namun, data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa beban biaya kesehatan yang dikeluarkan negara untuk menanggung penyakit akibat merokok jauh lebih besar daripada penerimaan pajak dan cukai yang didapat dari industri tembakau.

Mukhaer Pakkanna Ekonom Muhammadiyah mengatakan kebijakan pengendalian tembakau merupakan strategi penting untuk melindungi masyarakat miskin dan anak-anak dari jerat kecanduan zat adiktif. Namun, implementasinya menghadapi berbagai tantangan, terutama karena adanya intervensi dari industri.

Kemenperin RI (2023) mencatat: 5,98 juta tenaga kerja di industri rokok, 4,28 juta bekerja (manufaktur dan distribusi) dan 1,7 juta bekerja (perkebunan), didominasi buruh perempuan. Bahkan, di Jawa Timur, 97 % buruh di Industri Hasil Tembakau (IHT) adalah perempuan. Mengambil kasus buruh perempuan pabrik rokok HM Sampoerna (Surabaya dan Jombang), ditemukan pabrik rokok lebih banyak mempekerjakan perempuan dibanding laki-laki. Alasan, buruh laki-laki banyak terlibat di serikat buruh dan kerapkali melakukan aksi mogok kerja sehingga dianggap dapat menghambat proses produksi.

Undang-Undang Cukai saat ini masih mempertimbangkan pihak industri dalam setiap kebijakan, termasuk kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Padahal, orientasi industri lebih pada keuntungan ekonomi daripada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan struktural yang lebih kuat untuk mengatasi intervensi ini. Selain itu, pendekatan kultural juga penting melalui edukasi atau literasi. Salah satu cara efektif adalah melibatkan tokoh agama yang memiliki peran sentral di masyarakat sebagai garda terdepan dalam menyebarkan kesadaran tentang bahaya rokok.

Untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai, perlu adanya ekstensifikasi objek cukai. Cukai tidak lagi hanya diterapkan pada produk tembakau, tetapi juga bisa diperluas ke produk lain yang berpotensi menimbulkan eksternalitas negatif, seperti alkohol dan plastik.

“Jangan pernah lelah dalam berjuan dalam pengendalian tembakau, ini menjadi jihad sebagai upaya sungguh - sungguh untuk masa depan Indonesia”

Lily S. Sulistyowati, Praktisi Kesehatan Penyakit Tidak Menular mengatakan ada usulan kontroversial dari anggota DPR untuk menyediakan gerbong khusus perokok di kereta api. Usulan ini menuai kritik tajam karena dinilai tidak sejalan dengan upaya pengendalian tembakau.

Rokok mengandung zat adiktif yang sangat berbahaya. Zat ini membuat penggunanya ketergantungan sehingga sulit berhenti merokok, bahkan dalam jangka panjang. Karena sifat adiktifnya, rokok tidak bisa dianggap sebagai produk biasa. Peredarannya perlu dikendalikan, tidak hanya melalui kebijakan fiskal seperti kenaikan cukai, tetapi juga melalui kebijakan non- fiskal yang lebih kuat, seperti pelarangan iklan rokok secara menyeluruh.

Pengendalian tembakau harus menjadi program bersama yang melibatkan semua pihak. Tujuannya bukan untuk melarang total rokok, melainkan untuk mengendalikan peredarannya secara ketat. Usulan gerbong khusus perokok justru bertentangan dengan semangat ini, karena secara tidak langsung melegitimasi perilaku merokok di ruang publik dan berpotensi meningkatkan paparan terhadap asap rokok bagi non-perokok.

“Menaikkan cukai dan dikembalikan untuk kepentingan masyarakat”

Roosita Meilani Dewi, Kepala CHED ITBAD Jakarta menyampaikan pernyataan anggota DPR yang mengusulkan gerbong khusus perokok di kereta api (KAI) menimbulkan pertanyaan tentang keberpihakan mereka.

Penerimaan dari cukai rokok, yang seharusnya digunakan untuk mengendalikan dampak negatifnya, dinilai belum proporsional. Saat ini, hanya 3% dari total penerimaan yang dialokasikan ke daerah melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk program pengendalian tembakau, sementara 97% sisanya dikelola oleh pemerintah pusat yang tidak cukup transparan ke publik untuk alokasinya.

Di tengah banyaknya demonstrasi di daerah yang menentang kenaikan pajak, seharusnya pemerintah lebih memprioritaskan kenaikan cukai rokok. Cukai rokok dianggap lebih relevan untuk dinaikkan karena jelas menimbulkan eksternalitas negatif, yaitu dampak buruk bagi masyarakat luas. Teori cukai ini bahkan sudah dikembangkan oleh ulama Muslim Ibnu Khaldun, yang menyatakan bahwa saat terjadi kelangkaan penerimaan, cukai adalah instrumen yang tepat untuk dinaikkan, bukan pajak. Selain itu, penyederhanaan tarif cukai pada produk tembakay akan mempermudah proses pemantauan untuk menekan peredaran rokok ilegal.

“Kita perlu melihat dibalik kontribusi nyata yang dilakukan industri, kita perlu sadar full-cost yang ditanggung pemerintah. Sehingga, kebijakan - kebijakan pemerintah harus berpihak pada KTR, Iklan dan program pengendalian tembakau lainnya. Kondisi ini menjadi bagian dari mengoreksi kegagalan yang terjadi di pasar”

Abdillah Ahsan, PEBS FEB UI mengatakan kenaikan tarif cukai rokok, terutama untuk rokok yang harganya masih rendah, dapat menjadi langkah efektif dalam menekan peredaran rokok ilegal. Hal ini juga memungkinkan alokasi dana yang lebih besar untuk penegakan hukum guna memerangi rokok ilegal.

Upaya pengawasan peredaran rokok ilegal memerlukan komitmen kuat dari lembaga- lembaga tertinggi, sehingga sejalan dengan langkah-langkah yang diambil oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. Dengan adanya komitmen ini, penegakan hukum dapat berjalan lebih efektif.

Meskipun Kementerian Keuangan telah mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) terkait implementasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), banyak daerah masih menunggu juknis dari kementerian teknis terkait, seperti Kementerian Kesehatan. Juknis dari Kementerian Kesehatan ini sangat penting sebagai acuan bagi daerah dalam mengimplementasikan program-program yang didanai oleh DBHCHT.

Halik Sidik, Sekretaris ADINKES Pusat menyampaikan pentingnya kenaikan cukai dan potensi kerugian ekonomi akibat stunting. Biaya pemerintah daerah untuk penyakit akibat rokok mencapai Rp5,4 miliar per tahun, sementara pajak iklan rokok hanya memberi pemasukan sekitar Rp150 juta.

Risiko Penyakit Akibat Konsumsi Produk Tembakau dan Rokok Elektronik di Indonesia, 25% penyakit jantung pada laki-laki disebabkan oleh rokok, 25% ischaemic stroke pada laki-laki disebabkan oleh perilaku merokok, dan 71% penderita penyakit kardiovaskular adalah perokok. Selain itu, 64% pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) memiliki riwayat merokok, 83.3% dari penderita kanker paru adalah perokok, bahkan perokok berisiko 8.9 kali lebih tinggi terkena kanker paru dibandingkan bukan perokok, dan 84.6% kasus kanker paru pada laki-laki disebabkan oleh perilaku merokok.

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Sebanyak 40 pendeta dari Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (G....

Suara Muhammadiyah

24 May 2025

Berita

CIREBON, Suara Muhammadiyah – Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) telah melaksanakan Sidang....

Suara Muhammadiyah

15 October 2024

Berita

TANJUNG BALAI, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (Sumut) mengadakan ....

Suara Muhammadiyah

14 September 2024

Berita

PURWOREJO, Suara Muhammadiyah -  Staf Ahli Bupati Purworejo, Rita Purnama, S.STP., M.M., didamp....

Suara Muhammadiyah

18 February 2025

Berita

BENGKULU, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Bengkulu, akan menggelar Musyawarah Pim....

Suara Muhammadiyah

11 February 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah