YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dorongan pembangunan ekonomi yang kerap mengabaikan keberlanjutan lingkungan dinilai menjadi salah satu akar krisis ekologis yang terus berulang di Indonesia. Ketua DPD RI, Sultan Baktiar Najamudin, menegaskan bahwa praktik demokrasi nasional perlu dikoreksi melalui paradigma baru yang mampu menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan ekologi.
Paradigma tersebut ia sebut sebagai Green Democracy, yakni pendekatan demokrasi yang memastikan kebijakan publik tidak lagi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga mengutamakan keberlanjutan lingkungan hidup.
Pandangan tersebut disampaikan Sultan dalam Kuliah Umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Jumat sore (28/11). Ia menilai bahwa paradigma pembangunan yang menjadikan ekonomi sebagai prioritas tunggal telah menjadikan lingkungan hidup sebagai korban kebijakan. Dampaknya kini terlihat dari semakin seringnya bencana ekologis di berbagai wilayah Indonesia.
“Ekonomi itu penting, sangat penting. Tetapi ekologi juga sama pentingnya. Kita tidak bisa terus-menerus mengorbankan lingkungan demi pertumbuhan. Kalau ini terus berlanjut, kita hanya menabung masalah untuk 5, 10, bahkan 50 tahun ke depan,” tegasnya.
Sultan juga menyoroti kecenderungan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang masih mengandalkan eksploitasi sumber daya alam sebagai strategi pembangunan jangka pendek. Padahal menurutnya, tidak mungkin sebuah demokrasi disebut sehat apabila keseimbangan ekologis semakin menurun.
“Sulit mengatakan demokrasi itu sehat jika rakyatnya maju tetapi alamnya sakit. Demokrasi harus memberikan harapan sekaligus menjaga keseimbangan,” ujarnya.
Dalam penyampaiannya, Sultan mengkritik orientasi kebijakan pemerintah yang sering kali terjebak pada kepentingan jangka pendek. Perhitungan ekonomi kerap mengabaikan dampak ekologis yang baru akan terasa dalam jangka panjang. Menurutnya, pola kebijakan seperti ini tidak selaras dengan semangat demokrasi yang semestinya berpihak pada keberlanjutan dan kesejahteraan generasi mendatang.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Sultan menawarkan pendekatan Green Democracy sebagai solusi. Konsep ini menempatkan keberlanjutan lingkungan sebagai elemen integral dalam proses legislasi, pengawasan, serta penyusunan kebijakan publik.
“Tidak ada perubahan nyata tanpa regulasi. Itu sebabnya DPD mengajukan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim agar keberlanjutan menjadi dasar setiap kebijakan negara. Ini bukan sekadar wacana, tetapi langkah konkret,” tandasnya.
Sultan menegaskan bahwa demokrasi Indonesia membutuhkan paradigma baru agar tidak terus terjebak dalam dilema pembangunan versus lingkungan, melainkan mampu menghadirkan kebijakan yang menyeimbangkan keduanya demi masa depan bangsa. (ID/hanan)


