Etika Bernegara: Naif Pemimpin Bukan Menjadi Leader Tetapi Dealer

Publish

16 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
74
Foto Ilustrasi

Foto Ilustrasi

Etika Bernegara: Naif Pemimpin Bukan Menjadi Leader Tetapi Dealer

Oleh Sobirin Malian, Staf Pengajar Fakultas Hukum, Universitas Ahmad Dahlan

 Minggu kedua September 2025 menjadi sejarah penting bagi negara Nepal. Betapa tidak rakyat Nepal berhasil menumbangkan rezim zalim, korup dan otoriter yang membuat rakyat habis kesabarannya. Revolusi pun terhadi di negara Nepal. 

Revolusi atau demo besar-besaran dipicu karena adanya keputusan pemerintah untuk memblokir flatform media sosial populer seperti Facebook, Instagram, YoutUbe, dan X. Kebijakan itu dianggap membungkam kebebasan berekspresi. Kebijakan itu pun secara sporadis menuai protes keras dari publik. Dan setelah tekanan publik makin membesar, akhirnya kebijakan itu dicabut.

Pemicu Revolusi atau Demo Besar-besaran

 Sebenarnya kebijakan pelarangan flatform media sosial populer seperti Facebook, Instagram, YouTUbe, dan X__hanyalah “momentum” puncak gunung es yang setelah sekian lama terpendam mencapai puncaknya dan memicu demo besar-besaran yang tak terbendung oleh aparat keamanan. Rakyat pun akhirnya menghancurkan apapun fasilitas negara seperti perkantoran, istana Presiden, gedung DPR, kantor kementerian dan lain-lain. Penjarahan pun merebak_rakyat seolah “balas dendam” atas apa yang dilakukan para pejabat selama ini yang telah disiksa oleh berbagai kebijakan otoriter, sementara kondisi rakyat makin terpuruk.

 Secara umum dan selama puluhan tahun, kondisi negara Nepal memang sangat memprihatinkan, dengan banyaknya pejabat yang menyimpangi kekuasaan dan korup. Hukum tak berdaya dihadapan para pejabat itu, sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan tanpa kepastian masa depan yang lebih baik.

 Ketidakpuasan masyarakat__yang kecewa dengan berbagai kebijakan Merdana Menteri KP Sharma Oli yang hanya memikirkan “kroninya” diiringi korupsi merajalela makin membuat rakyat Nepal muak, marah. Jurang antara gaya hidup elit politik yang mewah dengan kondisi rakyat yang menghadapi keterpurukan ekonomi semakin besar. Ditambah lagi para elit politik, pejabat, selebritis mem-flexing (pamer kekayaan)di berbagai flatform media sosial, yang makin memicu hilangnya kesabaran publik. 

 Di Nepal, skandal korupsi paling besar adalah ketika pemerintah membeli pesawat Airbus A330 berbadan lebar 2 unit, pada 2017 dengan dugaan penyimpangan (korupsi) yang menimbulkan kerugian besar bagi negara. Kasus ini terkesan ditutupi diiringi proses hukumnya yang sangat lambat. Diindikasi beberapa pejabat tinggi terlibat dalam skandal ini.

Pelanggaran Berbagai Etika

 Dari skandal, korupsi, dan berbagai persoalan di Nepal, jelas ada beberapa etika yang telah dilanggar, seperti, (1) etika kejujuran. Para pejabat yang terlibat dalam korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan telah melanggar prinsip kejujuran dan integritas. Kejujuran dan integritas merupakan dasar kepercayaan dalam hubungan antar manusia. Tanpa kejujuran dan integritas, kepercayaan akan sulit dibangun dan dipertahankan. 

Dalam konteks kepemimpinan yang adalah amanah rakyat, jelas perilaku korupsi, memperkaya diri dan mengenyampingkan rakyat menggambarkan tersingkirnya (2) etika tanggung jawab. Para pejabat jelas telah menyalahgunakan amanah. Mereka telah lari dari bertanggung jawab terutama untuk memberi rasa keadilan dan kesejahteraan pada rakyat. Pemimpin yang ada bukan bertipe leader tetapi lebih mirip dealer (oligarki).Atas tindakan mereka yang tidak transparan dalam pengelolaan keuangan negara dan hanya menguntungkan mereka sendiri telah melanggar etika tanggung jawab sebagai pejabat.

Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan telah menciptakan ketidakadilan bagi rakyat Nepal, terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses ke kekuasaan dan sumber daya. Keadilan dan kesejahteraan (3) yang seharusnya didapatkan oleh rakyat telah makin jauh panggang dari api yang membuat rakyat makin merana, miskin dan tak jelas masa depannya.

Demo yang sangat masif diiringi anarkisme menjadi peristiwa terbesar dalam sejarah Nepal. Protes dan demo itu tak lain menggambarkan, bahwa para pejabat itu tidak akuntabel.Mereka tidak mau bertanggung jawab atas kesalahan selama ini, padahal jelas merekalah penyebab hancurnya hukum, politik, sosial dan ekonomi negara. Itu adalah bentuk pelanggaran etika akuntabilitas (4).

Tindakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan telah melanggar prinsip moralitas dan nilai-nilai etika (5) yang seharusnya dijunjung tinggi oleh pejabat publik.

Belajar Etika Dari Berbagai Negara

 Bagi Sokrates, Aristoteles, dan filsuf Yunani Kuno lainnya, etika menjadi pejabat negara (penguasa) memiliki arti penting. Bahkan Aristoteles, memiliki karya yang sangat monumental yaitu, Nicomachean Ethics, diperkirakan ditulis sekitar tahun 350-330 SM. Inti dari karya Aristoteles adalah, bahwa pejabat negara harus memiliki keadilan dan kepemimpinan yang baik. Mereka harus mampu membuat keputusan yang adil dan bijak, serta memimpin rakyat dengan cara yang etis dan bermoral. Aristoteles percaya, bahwa pejabat negara harus memiliki kebajikan dan karakter yang baik. Mereka harus memiliki sifat-sifat seperti keadilan, kebijaksanaan, dan keberanian, serta mampu menggunakannya dalam membuat keputusan dan memimpin rakyat.

Makna berkuasa bagi Sokrates dan Aristoteles adalah mengabdi dengan tulus. Bahwa pejabat negara harus tulus pengabdian kepada rakyat dan negara. Mereka harus memprioritaskan kepentingan rakyat dan negara di atas kepentingan pribadi, serta bekerja untuk kebaikan bersama.

Namun diingatkan juga, bahwa pejabat negara harus dapat diawasi dan diminta pertanggungjawaban atas tindakan mereka. Mereka harus transparan dalam membuat keputusan dan tindakan, serta dapat diminta pertanggungjawaban jika melakukan kesalahan.

Etika Pejabat di China Kuno

 Ajaran etika untuk menjadi pejabat di China sangat dipengatuhi oleh Konfusiasnisme, sebuah filsafat yang dikembangkan oleh Konfusius (Kong Qiu). Konfusius hidup pada abad ke-5 SM di Tiongkok dan ajarannya menjadi sumber kebudayaan bangsa China serta sejumlah bangsa di Asia Timur dan Tenggara.

Dalam etika konfusianisme ada terminologi Ren (Kemanusiaan) yaitu, empati, rasa murah hati, dan niatan baik dalam hubungan antar manusia. Lalu Yi (Kebajikan/Keadilan), menjunjung tinggi kebenaran dan tanggung jawab sebagai manusia dan penjaga alam. Selanjutnya, Li (Tata-cara/Aturan Bertindak); kepatuhan dan perbuatan yang benar, menunjukkan keserasian antara ibadah, tingkah laku, adat istiadat, sopan santun, dan tata krama. Tambahan lagi ada Zhi (Pengetahuan), penting memiliki pengetahuan, ilmu, wawasanagar bijak dalam mengambil keputusan. Terakhir ada , Xin (Integritas). Seorang pemimpin harus memiliki kepercayaan dan kesetiaan (patriotisme) dalam menjalankan tugas. Filosofi ini mengajarkan, pengkhianatan harus dijauhi sejauh mungkin, karena dapat membahayakan semuanya.

Dengan dijalankannya inti ajaran Konfusius itu maka, seorang pemimpin dianggap telah memimpin dengan moral dalam pemerintahan. Saat memimpin, dia akan mendapat kepercayaan rakyat. Ingat pemerintah harus dapat dipercaya oleh rakyatnya. Pemerintah harus memastikan kesejahteraan rakyatnya. Tidak boleh ada rakyat yang kelaparan atau sengsara apalagi sengsara oleh kebijakan pemimpin_itu hal tabu. Terakhir, pemimpin harus memiliki tentara yang kuat. Fungsi tentara yang kuat guna memastikan bahwa pemerintah benar-benar melindungi rakyatnya.

Filosofi Pejabat di Jepang

Seorang pejabat atau pemimpin di Jepang sangat dipengaruhi oleh Bushido, sebuah kode etik dan filosofi moral yang dianut oleh kelas samurai feodal di Jepang. Bushido membentuk karakter dan perilaku pejabat Jepang dengan nilai-nilai seperti: Integritas (Gi), bertindak dengan jujur dan adil dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Keberanian (Yu), berani menghadapi tantangan dan risiko dengan kepala tegak. Kemanusiaan (Jin),menunjukkan rasa hormat dan empati terhadap orang lain. Kesopanan (Rei), bersikap sopan dan menghormati hierarki dalam sistem sosial. Kejujuran (Makoto), bertindak dengan tulus dan tanpa pamrih. Kehormatan (Meiyo), menjaga nama baik dan martabat diri sendiri serta organisasi. Kesetiaan (Chugi), setia kepada atasan dan organisasi, serta berkomitmen pada tugas.

Dalam konteks modern, Bushido masih mempengaruhi budaya kerja di Jepang, seperti:

(1) Etos Kerja yang tinggi, dedikasi dan komitmen yang kuat terhadap perusahaan.

(2) Seni Bela Diri, menerapkan prinsip Bushido dalam seni bela diri tradisional Jepang.

(3) Kepemimpinan, membangun karakter kepemimpinan yang kuat dengan integritas dan keberanian.

Demi mengaplikasikan dan berpegang teguh pada nilai-nilai Bushido, pejabat di Jepang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan mencapai kesuksesan dalam organisasi. Namun, tak jarang jika mereka melanggar nilai-nilai itu, mereka melakukan harakiri (bunuh diri sebagai bentuk tanggungjawab yang tak mampu diemban).

Konsep Menjadi Pemimpin Dalam Islam

 Jika rujukannya adalah Nabi Muhammad SAW sebagai contoh pemimpin dalam berbagai aspek. Berikut beberapa karakteristik kepemimpinannya. Pertama, beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW senantiasa mendasarkan tindakannya pada ajaran agama dan menunjukkan contoh yang baik bagi pengikutnya. Kedua, siddiq (Jujur). Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai orang yang jujur dan dapat dipercaya, sehingga rakyatnya menghormati dan memercayainya. Ketiga, tabligh (Aktif dan Aspiratif). Nabi Muhammad SAW selalu menyampaikan pesan dan nasihat kepada rakyatnya dengan cara yang baik dan bijak. Keempat, amanah (Terpercaya). Nabi Muhammad SAW, selalu menunjukkan kemampuan untuk memegang amanah dan tanggung jawab sebagai pemimpin. Kelima, Fathonah (Cerdas). Nabi Muhammad SAW memiliki kecerdasan dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Keenam, tidak Otoriter. Nabi Muhammad SAW, tidak memaksakan kehendaknya. Bahkan beliau selalu mendengarkan nasihat dan saran dari orang lain. Keenam, memiliki integritas tinggi; Nabi Muhammad SAW menunjukkan integritas yang tinggi dalam segala tindakannya sebagai pemimpin. Ketujuh, menjalin Kerjasama: Bahwa sangat penting bekerja sama dengan orang lain (berbisnis atau menjaga hubungan diplomatik). Kedelapan, memberantas kezaliman. Nabi Muhammad SAW selalu berusaha untuk memberantas kezaliman dan ketidakadilan dalam masyarakat.

Hasil dari kepemimpinan Nabi Muhammad SAW ; mampu mengubah masyarakat: Berhasil mengubah masyarakat Arab yang sebelumnya memiliki struktur sosial yang primitif menjadi masyarakat yang lebih beradab. Nabi Muhammad SAW berhasil membangun negara Islam di Madinah yang menjadi contoh bagi negara-negara lain. Menunjukkan kemampuan untuk bertanggungjawab mengembangkan ekonomi dan sosial masyarakat melalui berbagai kebijakan dan program.

 Dalam memimpin, siapapun penting memiliki integritas dan kejujuran, tanpa itu, kepemimpinannya sia-sia. Etika dalam berbagai tradisi menekankan pentingnya keadilan dan kesetaraan dalam memperlakukan orang lain, tanpa memandang status sosial atau latar belakang. Di sini seorang pemimpin dituntut menjadi contoh teladan. Etika dalam berbagai tradisi menekankan pentingnya tanggung jawab dan akuntabilitas dalam menjalankan kepemimpinan dan kehidupan sehari-hari.

Etika dalam berbagai tradisi menekankan pentingnya pengembangan diri dan karakter yang baik, seperti kebijaksanaan, kesabaran, dan empati. Pemimpin harus dapat memotivasi dan menginspirasi orang lain untuk menjadi lebih baik.

Tak kalah pentingnya, kesederhanaan dan Keterbukaan. Etika dalam berbagai tradisi menekankan pentingnya kesederhanaan dan keterbukaan dalam menjalankan kepemimpinan dan kehidupan sehari-hari. Jadi, flexing (pamer kekayaan) oleh para pemimpin sejatinya hanya akan menyakiti rakyat, selayaknya dijauhi. Sebaliknya, empati, perhatian dan komitmenlah yang harus ditunjukkan kepada rakyat. 

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Muhammadiyahku, Muhammadiyahmu, Muhammadiyah yang Menggembirakan “Harmoni Kemanusiaan: Pengab....

Suara Muhammadiyah

25 October 2024

Wawasan

Ramadhan dan Normalisasi Polarisasi Politik Akhmad Khairudin, M.B.A., Majelis Ekonomi PCM Turi Pem....

Suara Muhammadiyah

19 February 2024

Wawasan

Urgensi Nasehat Luqman Bagi Gen Z  Oleh: Dr. Nasrullah, M. Pd.  Generasi Z merupakan war....

Suara Muhammadiyah

5 September 2024

Wawasan

Melanjutkan Semangat Ramadan Melalui Puasa Syawal Oleh: Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I., M.S.I Puasa m....

Suara Muhammadiyah

12 April 2025

Wawasan

Musim Pilkada, Musim Menabur Uang? Oleh: Immawan Wahyudi, Immawan Wahyudi Dosen Fakultas Hukum....

Suara Muhammadiyah

13 October 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah