Gubernur Papua Barat Daya Resmikan Sekolah Agraria Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
49
Gubernur Papua Barat Daya

Gubernur Papua Barat Daya

SORONG, Suara Muhammadiyah - Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah telah melakukan peresmian Sekolah Agraria: Bertindak Inklusif dan Liberatif (SABIL) yang ditandai dengan kegiatan Pembukaan dan Seminar Nasional di Universitas Muhammadiyah Sorong (UNAMIN). Dibuka langsung Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu dan dihadiri segenap tokoh masyarakat Adat, PWM, Aisyah, Ortom, dan juga senator DPD RI Paul Finsen yang juga alumni Universitas Muhammadiyah Sorong.

Tema pelatihan kali ini yaitu Krisis Agraria, Ekologi dan Ketimpangan Kemakmuran di Indonesia diapresiasi  oleh gubernur sebagai fakta dalam kehidupan kita. "Penguasaan tanah dan ekonomi oleh elite atas selama ini, kami tunggu hasil pelatihan ini untuk kita pelajari," pungkasnya.

Hal ini tidak sekadar seremoni, tetapi forum ilmiah dan advokasi yang mempertemukan beragam elemen bangsa: akademisi, aktivis lingkungan, tokoh adat Papua, pemuka lintas iman, hingga generasi muda yang peduli terhadap keadilan agraria.

Krisis Agraria: Persoalan Sistemik yang Mendesak

Dalam sambutannya, Dr. Busyro Muqoddas, M.Hum., Ketua Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia dan Hikmah PP Muhammadiyah, menekankan bahwa krisis agraria di Indonesia bukanlah sebuah isu sektoral. Agraria tidak hanya mencakup sektor pertanahan saja, melainkan juga hutan dan laut yang rawan terhadap adanya praktik korupsi. Semua ruang hidup itu kini berada dalam tekanan kuat akibat ekspansi industri ekstraktif yang masif.

"Perusakan hutan untuk tambang timah, nikel, batubara, emas, bahkan eksploitasi di laut seperti mangrove merupakan sebuah praktik yang tidak hanya merusak alam, tetapi juga merupakan sebuah pengkhianatan terhadap Allah SWT. Keuntungan yang ada hanya menguntungkan segelintir tengkulak dan pejabat. Sementara rakyat hanya menerima kerusakan dan dampak negatif lainnya,” tegas Busyro dalam pidatonya.

Ia juga mengingatkan bahwa ketimpangan penguasaan tanah dan sumber daya alam telah menimbulkan jurang besar dalam kehidupan masyarakat. Di satu sisi, perusahaan besar dan elit politik menikmati akumulasi keuntungan; di sisi lain, masyarakat adat, petani, dan nelayan justru kehilangan ruang hidupnya.

Sekolah Agraria: Laboratorium Intelektual dan Advokasi

Sekolah Agraria Muhammadiyah digagas sebagai ruang belajar, riset, dan advokasi untuk mengkaji persoalan agraria secara kritis dan solutif. Tidak hanya menghasilkan kajian akademik, sekolah ini ditujukan agar dapat melahirkan rekomendasi kebijakan yang bisa diadopsi oleh pemerintah daerah maupun pusat.

Program ini juga menekankan pendekatan partisipatif, mengajak mahasiswa, peneliti, komunitas lokal, dan organisasi masyarakat sipil untuk bersama-sama menyusun peta masalah serta strategi penyelesaian. Dengan begitu, sekolah ini diharapkan menjadi wadah kolaboratif yang menyambungkan ilmu pengetahuan, kebijakan publik, dan gerakan rakyat.

Lintas Iman dan Lintas Sektor: Merawat Solidaritas

Salah satu hal yang menonjol dari perhelatan ini adalah keterlibatan lintas iman dan lintas sektor. Dukungan datang dari Persatuan Gereja Indonesia (PGI), pemimpin adat Papua, organisasi lingkungan seperti Greenpeace, WALHI, hingga lembaga swadaya masyarakat yang selama ini aktif dalam isu agraria.

Menurut Busyro, langkah kolaboratif ini adalah wujud komitmen Muhammadiyah untuk tidak berjalan sendiri. “Gerakan agraria bukan untuk kepentingan komersil, melainkan kepentingan bersama untuk menyelamatkan bumi, menyelamatkan rakyat,” ujarnya.

Keterlibatan lintas iman ini juga menegaskan bahwa persoalan agraria adalah isu kemanusiaan yang melampaui sekat-sekat identitas. Kerusakan alam dan ketidakadilan ekonomi menyentuh semua orang, sehingga penyelesaiannya harus ditempuh bersama.

Harapan Jangka Panjang: Dari Papua untuk Indonesia

Sekolah Agraria Muhammadiyah tidak hanya berfokus pada konteks Papua, tetapi juga berupaya menjadi model nasional dalam penanganan isu agraria. Produk kajian yang dihasilkan diharapkan dapat memberi masukan pada regulasi, mulai dari penyusunan perda dan RTRW di Papua hingga rekomendasi kebijakan nasional.

Selain itu, sekolah ini ingin meneguhkan Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan yang aktif membela kepentingan rakyat kecil, khususnya masyarakat adat, petani, dan nelayan. Dengan menghadirkan basis pengetahuan yang kuat dan advokasi yang sistematis, Muhammadiyah berkomitmen ikut serta membangun tata kelola agraria yang adil dan berkelanjutan.

Menutup dengan Optimisme

Acara peresmian ini ditutup dengan peneguhan komitmen bersama bahwa Sekolah Agraria bukanlah proyek singkat, melainkan investasi sosial jangka panjang. Dari Sorong, gerakan ini diharapkan menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, memperkuat kesadaran publik bahwa tanah, hutan, laut, dan tambang adalah sumber kehidupan yang harus dikelola dengan adil.

Dengan semangat kolaborasi lintas iman dan sektor, Muhammadiyah ingin menegaskan kembali posisinya: tidak hanya berdakwah di mimbar, tetapi juga berdiri di garda depan perjuangan rakyat untuk keadilan sosial dan kelestarian bumi.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

PONOROGO, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMPO) menorehkan prestasi membangg....

Suara Muhammadiyah

10 July 2025

Berita

ENREKANG, Suara Muhammadiyah – Kantor Layanan Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Muhammad....

Suara Muhammadiyah

21 September 2024

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) menunjukkan konsistensi nya ber....

Suara Muhammadiyah

6 May 2025

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Bertepatan dengan Milad Muhammadiyah ke-111 pada hari sabtu (18/11)....

Suara Muhammadiyah

19 November 2023

Berita

LAMPUNGUTARA, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Lampung Utara mengada....

Suara Muhammadiyah

7 April 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah