Immawati IMM Makassar: Menyongsong Kepemimpinan Baru di Panggung Musycab

Publish

30 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
89
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Immawati IMM Makassar: Menyongsong Kepemimpinan Baru di Panggung Musycab

Oleh: Nur Islamia Sam, Kader Immawati Makassar

Kepemimpinan selalu menjadi tema hangat ketika sebuah organisasi berada pada fase pergantian estafet Kepemimpinan. Dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), kepemimpinan bukan hanya persoalan siapa yang menduduki posisi organisasi, melainkan proses memberi arah, menghidupkan ide-ide, dan membuka jalan bagi lahirnya perubahan. Musyawarah Cabang (Musycab) IMM Kota Makassar yang ke-34 adalah momentum penting untuk menata ulang arah gerakan. Forum ini tidak semata menjadi ajang formalitas, melainkan wadah refleksi yang menggugat kesadaran kita: apakah IMM masih teguh pada garis perjuangan, atau justru terjebak dalam rutinitas yang hampa akan makna?

Di tengah pertanyaan besar itu, peran immawati menjadi semakin krusial. Kehadiran kader perempuan IMM tidak bisa lagi dipandang sebagai pelengkap. Mereka adalah subyek kepemimpinan yang menghadirkan energi baru, sensitivitas yang lebih tajam, dan perspektif segar yang membuat gerakan IMM lebih hidup. Rekaman historis IMM menunjukkan konsistensi Immawati dalam memainkan peran strategis: mengokohkan kaderisasi, memperkaya khazanah intelektual, sekaligus mengartikulasikan kerja-kerja sosial di ruang nyata. Kepemimpinan yang mereka tampilkan bukanlah semata-mata representasi, tetapi kontribusi nyata dalam menyalakan arah gerakan.

Namun perjalanan kepemimpinan immawati tidak selalu mulus. Stigma negatif dan diskriminasi gender masih kerap menjadi batu sandungan. Tidak jarang, keterlibatan perempuan dalam ruang pengambilan keputusan dipandang sekadar simbolis, atau bahkan dipertanyakan kapasitasnya hanya karena faktor gender. Pola pikir patriarkis yang masih berakar dalam sebagian kultur organisasi menempatkan immawati dalam posisi yang serba terbatas. Akses terhadap kesempatan memimpin dan mendapatkan mentor berkualitas pun sering kali tidak merata, sehingga proses kaderisasi kepemimpinan bagi perempuan menjadi lebih berat. Situasi ini diperparah dengan minimnya literasi dan kajian , terutama bagi kader  dengan akses terbatas. Ketimpangan ini menyebabkan tidak semua immawati memiliki peluang yang sama untuk mengasah kapasitas intelektual, keterampilan organisasi, dan kepercayaan diri yang memadai.

Kendati demikian, tantangan itu justru harus dibaca sebagai peluang lahirnya kepemimpinan immawati yang lebih tangguh. Immawati dituntut membuktikan kualitasnya melalui peningkatan kapasitas intelektual, penguasaan literasi teknologi, serta ketajaman membaca realitas sosial. Dengan modal tersebut, mereka tidak hanya bisa mendobrak sekat-sekat diskriminasi, tetapi juga memperluas ruang pengaruhnya di dalam maupun di luar organisasi. Kepemimpinan yang lahir dari perjuangan panjang akan memberi legitimasi moral yang lebih kuat, karena ia tidak hanya berbicara tentang representasi, tetapi juga soal keteguhan dalam menembus batasan.

Tantangan hari ini memang berbeda dengan masa lalu. Kepemimpinan immawati tidak lagi cukup berdiam di forum-forum formal organisasi, sebab ruang digital kini menjadi medan baru yang tak kalah penting. Media sosial memberi kesempatan luas untuk menyuarakan gagasan, membangun jejaring, hingga memperluas pengaruh IMM ke ranah yang lebih luas. Namun ruang digital juga penuh jebakan: banjir informasi, logika viralitas, dan distraksi yang kerap melemahkan konsistensi gerakan. Karena itu, immawati dituntut hadir dengan literasi kritis, mengolah ruang digital sebagai panggung dakwah intelektual, sekaligus merawat konsistensi untuk terus menyuarakan isu-isu kebangsaan. Kepemimpinan digital tidak cukup berhenti pada kehadiran di layar, tetapi harus membangun narasi alternatif yang benar-benar memberi pencerahan.

Kaderisasi pun tidak lepas dari problem klasik. Semangat militansi kader IMM kadang tinggi di awal, tetapi bisa menurun ketika berhadapan dengan realitas akademik atau tanggung jawab personal. Immawati bahkan sering menghadapi beban ganda, ketika ekspektasi sosial dan komitmen organisasi berjalan beriringan. Dalam situasi semacam ini, pola pengawalan organisasi tidak boleh lagi hadir dalam bentuk tekanan, melainkan dalam bentuk pendampingan. Organisasi harus menjadi ruang yang humanis, yang memberi kesempatan kader untuk belajar, berproses, bahkan melakukan kesalahan sebagai bagian dari perjalanan tumbuh. Dari pola seperti inilah, immawati akan lahir sebagai pemimpin yang lebih percaya diri, resilien, dan matang menghadapi tantangan.

Lebih jauh, gerakan immawati tidak boleh berhenti di lingkaran internal IMM. Kehadiran mereka justru semakin dibutuhkan di ranah sosial yang lebih luas. Tantangan bangsa hari ini mencakup pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, literasi digital, hingga advokasi lingkungan. Ruang-ruang ini menunggu untuk diisi dengan gagasan segar dan langkah nyata. Di sinilah pentingnya peningkatan kualitas intelektual dan keterampilan immawati. Mereka perlu terus mengasah kapasitas akademik, literasi teknologi, kepemimpinan publik, hingga manajemen sosial. Dengan kualitas semacam itu, immawati tidak lagi hanya tampil sebagai aktivis kampus, tetapi sebagai intelektual Muslim yang mampu memberi kontribusi nyata.

Kepemimpinan juga menuntut lebih dari sekadar penguasaan teori. Ia membutuhkan keberanian untuk bertransformasi menjadi eksekutor gagasan. IMM tidak boleh berhenti pada wacana diskusi; gagasan yang lahir dari forum-forum intelektual harus dihidupkan dalam program nyata, seperti pendampingan masyarakat, advokasi kebijakan, hingga kerja-kerja sosial yang memberi dampak langsung. Immawati harus menjadi pelopor, jembatan antara ide besar dan realitas lapangan. Dalam proses itu, kolaborasi menjadi kunci. IMM tidak hidup dalam ruang hampa, dan gerakannya akan semakin relevan ketika mampu bersinergi dengan perguruan tinggi, lembaga masyarakat, hingga komunitas akar rumput. Melalui kolaborasi lintas sektor, immawati dapat mempertegas identitas IMM sebagai gerakan intelektual profetik yang berpihak pada kemanusiaan.

Musycab IMM Kota Makassar ke-34 karena itu harus dibaca sebagai momentum dialektis, titik temu antara peran, ruang, dan tantangan immawati. Forum ini tidak boleh direduksi menjadi ritual prosedural untuk menentukan siapa yang duduk di kursi struktural semata, melainkan harus menjelma sebagai panggung konsolidasi gagasan, penguatan kaderisasi, dan orientasi gerakan sosial. Immawati harus ditempatkan bukan hanya sebagai representasi simbolis, tetapi sebagai aktor utama yang menyalakan energi baru organisasi. Dengan kualitas intelektual yang terus ditingkatkan, kepemimpinan yang diperkuat, keberanian mengeksekusi gagasan, serta komitmen kolaborasi sosial, immawati IMM Makassar dapat menegaskan dirinya sebagai wajah baru ikatan: visioner, membumi, sekaligus profetik.

Pada akhirnya, kehadiran immawati adalah penyeimbang sekaligus penggerak gerakan. Mereka membawa harmoni antara intelektualitas, spiritualitas, dan kepekaan sosial. Dari ruang formal hingga digital, dari lingkaran internal hingga ranah publik, immawati IMM Makassar hadir dengan pesan sederhana namun revolusioner: bahwa kepemimpinan bukanlah tentang siapa yang berkuasa, melainkan siapa yang berani menyalakan perubahan. Musycab kali ini harus menjadi tonggak lahirnya kepemimpinan immawati yang lebih substantif, lebih visioner, dan lebih membumi, demi mewujudkan cita-cita besar IMM untuk melahirkan akademisi Islam berakhlak mulia, sekaligus menjadi lokomotif pergerakan bagi bangsa dan persyarikatan.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Kumara Adji Kusuma Ketika dunia berdiri di atas puing-puing Perang Dunia II, lahirlah sebuah....

Suara Muhammadiyah

2 July 2025

Wawasan

Membangun Karakter di Era Digital: Antara Smart School dan Jeda Ceria Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ket....

Suara Muhammadiyah

24 July 2025

Wawasan

Oleh: Ahmad Azharuddin  Dalam kehidupan, setiap individu pasti pernah menghadapi momen-momen k....

Suara Muhammadiyah

8 July 2024

Wawasan

Memilih Kebaikan dan Menjauhi Keburukan Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta Kehidupan dunia....

Suara Muhammadiyah

16 January 2025

Wawasan

Kemiskinan yang Dicaci Sekaligus Dikomodifikasi  Oleh: Mansurni Abadi, Mantan Pengurus divisi ....

Suara Muhammadiyah

3 October 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah