Jalan Berliku Menuju Negara Palestina Merdeka dan Berdaulat

Publish

1 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
361
Foto Istimewa

Foto Istimewa

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun terus mencari bentuk penyelesaiannya. Salah satu solusi yang paling banyak diperbincangkan di forum internasional adalah “Solusi Dua Negara” atau Two-State Solution. Namun, jalan menuju solusi ini ternyata dipenuhi dengan benturan kepentingan dan perbedaan pendapat yang tajam, tidak hanya antara pihak Israel dan Palestina, tetapi juga di dalam tubuh bangsa Palestina sendiri dan dunia Islam secara luas.

Hal ini diungkapkan oleh Hajriyanto Y Thohari, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Lebanon di Beirut untuk periode 2019-2025, terkait “Solusi Dua Negara” yang pada dasarnya adalah penyelesaian damai dengan membagi wilayah Palestina menjadi dua negara yang berdampingan, yaitu Negara Palestina dan Negara Israel. “Alhasil tanah Palestina sekarang ini akan dibagi menjadi dua,” ujarnya kepada Suara Muhammadiyah, Senin (29/9).

Namun, implementasinya tidak sederhana. Hajriyanto menjelaskan bahwa bangsa Palestina sendiri belum bersatu dalam menyikapi solusi ini. Kelompok Hamas, misalnya, cenderung menolak. “Hamas ingin one state solution (satu negara). Tidak mungkin berkompromi dengan perampok dan penjajah. Negara Israel harus bubar,” jelasnya, mengutip pandangan kelompok tersebut.

Di sisi lain, Otoritas Palestina yang ditulang punggungi oleh Partai Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas, menyetujui solusi dua negara. Begitu pula dengan mendiang pemimpin Yasser Arafat. Kelompok ini memilih jalur diplomasi dan perundingan damai, serta menerima pembagian wilayah berdasarkan batas-batas sebelum Perang 1967.

Sayangnya, pihak Israel juga tidak menerima konsep ini. “Israel sampai hari ini juga menolak pembagian dua negara ini. Israel hanya ingin satu negara, yaitu negara Israel saja,” tegas Hajriyanto. Bagi Israel, terutama kelompok garis keras, tidak ada tempat bagi Negara Palestina.

Dukungan Internasional dan Peta Dukungan Dunia Islam

Meski ditolak Israel, solusi dua negara justru didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan 142 negara di dunia. Dukungan juga datang dari sejumlah negara Arab dan Islam.

“Negara-negara Arab juga ada yang setuju ada yang menolak. Tetapi kebanyakan negara Arab menyetujuinya, seperti UEA, Bahrain, Mesir, Yordania, Maroko, dan Sudan. Saya rasa Saudi, Kuwait, Oman, Qatar, juga akan setuju,” papar Dewan Pakar Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis PP Muhammadiyah itu.

Alasan dukungan ini, lanjutnya, karena Israel dianggap telah menjadi fait accompli (kenyataan politik) yang harus dihadapi. “Dan yang penting adalah terwujudnya perdamaian. Konflik selama hampir 100 tahun sangatlah melelahkan dan menguras energi,” tambahnya.

Namun, dukungan pemerintah ini seringkali berseberangan dengan sentimen rakyatnya. Banyak masyarakat Arab dan Islam yang menolak berkompromi dengan apa yang mereka sebut sebagai “perampok dan penjajah” dengan membagi tanah air Palestina.

Sebagai seorang diplomat dan pengamat, Hajriyanto menyatakan dukungannya yang hati-hati terhadap solusi dua negara. “Meskipun pahit, sebaiknya menerima solusi dua negara,” ujarnya.

Namun, dukungannya ini disertai dengan syarat-syarat yang tidak bisa ditawar. Pertama, pembagian wilayah harus berdasarkan batas-batas sebelum Perang 1967. Kedua, dan yang terpenting, Yerusalem harus seutuhnya menjadi ibu kota Palestina. “Bukan hanya Yerusalem Timur, melainkan Yerusalem seutuhnya,” tegasnya.

Bagi umat Islam, poin ini sangat krusial. “Bagi umat Islam yang penting Yerusalem di mana di dalamnya terdapat Al-haram al-syarif dengan pusatnya Masjidil Aqsa menjadi milik Palestina maka itu sudah cukup dan bagus,” jelas Hajriyanto. Yerusalem adalah kota suci ketiga umat Islam setelah Mekkah dan Madinah.

Dukungan negara-negara Arab, menurutnya, juga dilandasi syarat serupa, termasuk pengembalian Dataran Tinggi Golan kepada Suriah dan Shebaa Farms kepada Lebanon, yang masih diduduki Israel sejak Perang 1967.

Solusi Dua Negara, sebagaimana ditegaskan Hajriyanto, dapat disebut sebagai sebuah kompromi. “Dan namanya kompromi ya pasti saling memberi dan menerima. Memang pahit!” tegasnya.

Dalam situasi yang kompleks ini, solusi dua negara dengan syarat-syarat yang jelas—terutama soal batas wilayah 1967 dan status Yerusalem—tetap dianggap oleh banyak pihak, termasuk Hajriyanto, sebagai opsi yang paling realistis, meskipun pahit, untuk mengakhiri konflik yang telah terlalu lama menyengsarakan.

Bukan Hal Baru 

Sementara itu, Pidato Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sebelumnya di KTT New York mendapat perhatian dan apresiasi secara global. Kehadiran dan penyampaian pidato tersebut juga diapresiasi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah beberapa tahun kepala negara Indonesia tidak tampil di forum internasional tersebut.

Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, menyatakan bahwa momen ini dimanfaatkan Indonesia untuk secara lebih taktis dan tegas memberikan kontribusi bagi perdamaian dunia, khususnya dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina.

"Isi pidato Presiden Prabowo sangat jelas dan relevan dengan masalah utama Israel-Palestina yang hingga saat ini tak pernah terselesaikan. Genosida dan penghancuran terus saja dilakukan oleh Israel, dan karena itu, Hamas serta seluruh kekuatan perlawanan terhadap Israel terus dilakukan," ujar Sudarnoto kepada Suara Muhammadiyah, Selasa (30/9).

Salah satu poin kunci yang disampaikan Prabowo, menurut Sudarnoto, adalah penegasan kembali dukungan terhadap solusi dua negara (two-state solution) yang telah menjadi keputusan PBB dan didukung kuat oleh Indonesia. Skema ini diyakini sebagai satu-satunya jalan yang harus ditempuh.

"Secara prinsip substansi two-state solution, apa yang disampaikan Presiden Prabowo bukan hal yang baru," papar Sudarnoto.

Namun, Sudarnoto mengingatkan bahwa skema two-state solution yang terkait dengan koalisi Abrahamik ini sangat sensitif. Ada pandangan yang menerima two-state solution, namun menekankan bahwa kejahatan genosida Israel harus diselesaikan melalui hukum internasional. (Riz)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

BANDUNG, Suara Muhammadiyah — Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jawa Barat menggelar....

Suara Muhammadiyah

23 May 2024

Berita

BREBES, Suara Muhammadiyah - Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid IQRO Pimpinan Ranting Muhammadiyah....

Suara Muhammadiyah

18 December 2023

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta (FAI UMJ) jalin ....

Suara Muhammadiyah

3 April 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah— KAMASTU Bootcamp AMM DIY sukses mengadakan sesi pelatihan bert....

Suara Muhammadiyah

27 October 2024

Berita

BANDA ACEH, Suara Muhammadiyah - Majelis Kesejahteraan Sosial PWA Aceh sukses mengadakan Program Tam....

Suara Muhammadiyah

20 March 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah