Dari Invasi Asyur hingga Raja Herodes: Kisah Kebangkitan dan Kehancuran Bani Israel dalam Al-Qur'an
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Dalam lautan kebijaksanaan Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang memuat kisah-kisah penuh makna dan pelajaran mendalam bagi umat manusia. Salah satunya adalah kisah tentang Bani Israel, sebuah narasi yang diabadikan dalam surat ke-17, ayat 5. Ayat ini membuka jendela ke sebuah peristiwa penting yang telah lama menjadi bahan diskusi para mufasir: kehancuran pertama Bani Israel. Memahami ayat ini tidak hanya sekadar membaca teks, tetapi juga menyelami konteks sejarah yang mengelilinginya.
Ayat 5, yang merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya, menyampaikan sebuah janji ilahi yang tegas. Al-Qur'an berfirman, ( وَقَضَيْنَآ إِلَىٰ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ فِى ٱلْكِتَـٰبِ لَتُفْسِدُنَّ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ ), "Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu, ‘Kalian pasti akan berbuat kerusakan di bumi ini dua kali.’" Ayat ini menandai dimulainya sebuah babak sejarah yang penuh dengan ujian dan pembalasan.
Kemudian, Al-Qur'an melanjutkan dengan detail yang lebih spesifik: ( فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ أُولَىٰهُمَا ), "Maka apabila datang janji (kerusakan) yang pertama dari kedua (kerusakan) itu," Allah mengirimkan sebuah kekuatan yang tak terduga. Ayat itu berbunyi, ( بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَّنَا أُو۟لِى بَأْسٍ شَدِيدٍ ), "Kami kirimkan kepada kalian hamba-hamba Kami yang memiliki kekuatan yang besar." Hamba-hamba ini datang dengan tujuan yang jelas: ( فَجَاسُوا۟ خِلَـٰلَ ٱلدِّيَارِ ۚ وَكَانَ وَعْدًا مَّفْعُولًا ), "lalu mereka memasuki rumah-rumah (untuk menghancurkannya), dan itu adalah janji yang pasti terlaksana." Ini bukan sekadar ancaman, melainkan sebuah realitas sejarah yang telah terjadi, menandai kehancuran pertama.
Untuk menguraikan kapan tepatnya peristiwa ini terjadi, para mufasir Muslim tidak hanya mengandalkan teks Al-Qur'an semata, tetapi juga merujuk pada sumber-sumber sejarah, termasuk dari tradisi Yahudi dan Kristen. Mereka menyimpulkan bahwa kehancuran pertama ini bukanlah satu peristiwa tunggal yang terjadi dalam satu hari, melainkan sebuah serangkaian kejadian panjang yang membentuk sebuah babak kelam dalam sejarah Bani Israel. Peristiwa ini mencakup dua invasi besar yang mengguncang eksistensi mereka, sebuah babak yang penuh dengan penderitaan, kehancuran, dan perpisahan.
Dengan demikian, pemahaman tentang kehancuran pertama Bani Israel ini tidak hanya memberikan wawasan ke dalam Al-Qur'an, tetapi juga mengaitkannya dengan narasi sejarah yang lebih luas, menunjukkan bagaimana teks suci ini mengabadikan pelajaran dari masa lalu untuk direnungkan oleh generasi masa kini.
1. Invasi Asyur (721 SM): Ini adalah serangan terhadap suku-suku Yahudi di wilayah utara. Sesuai dengan catatan Alkitab, Yakub memiliki 12 putra yang menjadi nenek moyang 12 suku Israel. Ketika suku-suku ini terpecah dan menetap di utara dan selatan, suku-suku di utara diserang oleh bangsa Asyur pada tahun 721 SM. Serangan ini menyebabkan wilayah tersebut hancur dan suku-suku tersebut tercerai-berai.
2. Penawanan Babilonia (586 SM): Peristiwa kedua terjadi sekitar dua ratus tahun kemudian. Bangsa Babilonia menyerang orang Israel di wilayah selatan, menghancurkan Bait Suci yang dibangun oleh Nabi Sulaiman. Mereka menawan anggota-anggota elit masyarakat dan membawa mereka ke Babilonia.
Para ahli tafsir, dalam upaya mereka memahami narasi Al-Qur'an, sering kali menggabungkan dua invasi besar—Asyur dan Babilonia—menjadi satu peristiwa tunggal yang mereka sebut "kehancuran pertama." Pendekatan ini bukan tanpa alasan. Mereka melihatnya sebagai cara untuk menyatukan rentetan peristiwa sejarah yang panjang dan rumit ke dalam kerangka naratif Al-Qur'an. Dengan demikian, kehancuran pertama menjadi sebuah babak sejarah yang utuh, yang dimulai dengan penyerbuan dan berakhir dengan penawanan.
Mengapa pemahaman ini begitu krusial? Sebab, ini menjadi fondasi untuk menafsirkan kehancuran kedua yang juga disebutkan dalam Al-Qur'an. Ada perdebatan di kalangan mufasir modern. Sebagian berpendapat bahwa kehancuran kedua masih akan terjadi di masa depan. Namun, pandangan ini tidak disepakati oleh semua. Sebaliknya, sebagian mufasir meyakini bahwa Al-Qur'an lebih kuat jika kehancuran pertama dan kedua diidentifikasi sebagai peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi dalam sejarah, bukan ramalan masa depan.
Dalam pandangan ini, kehancuran kedua dapat diidentifikasi secara spesifik dengan peristiwa kehancuran di bawah penguasa Romawi, Titus, pada tahun 70 M. Ini adalah peristiwa bersejarah yang secara definitif mengakhiri kedaulatan Bani Israel di tanah mereka, menghancurkan Bait Suci kedua, dan menyebarkan bangsa Yahudi ke seluruh dunia. Dengan demikian, Al-Qur'an tidak hanya menjadi kitab petunjuk spiritual, tetapi juga pengukuh fakta-fakta sejarah.
Setelah kehancuran pertama, Al-Qur'an mengungkap fase berikutnya dari kisah Bani Israel. Surat 17, ayat 6, memberikan petunjuk yang penuh harapan: (tsumma radadnaa lakumul karrata 'alaihim), "Kemudian Kami berikan kepada kalian kekuatan untuk menang atas mereka." Kehancuran ternyata bukanlah akhir, melainkan awal dari kebangkitan yang tak terduga. Allah Swt. tidak hanya mengembalikan kekuasaan mereka, tetapi juga menganugerahkan kemakmuran, seperti yang digambarkan dalam ayat tersebut: (wa amdadnaakum bi-amwaalin wa baniina waja'alnaakum aktsara nafiiro), "dan Kami berikan kepada kalian harta dan anak-anak, serta Kami jadikan kalian lebih banyak jumlahnya."
Ayat ini mengacu pada periode pasca-penawanan di Babilonia. Pada tahun 536 SM, di bawah kepemimpinan penguasa Persia, Koresh, orang-orang Israel diizinkan untuk kembali ke tanah mereka. Ini menjadi titik balik yang mengawali era keemasan baru. Komunitas Yahudi bangkit dari keterpurukan, membangun kembali kehidupan mereka, dan mencapai puncak kejayaan baru. Periode ini ditandai dengan berbagai tonggak sejarah penting, seperti kebangkitan Dinasti Hasmonean pada tahun 167 SM dan naiknya Raja Herodes ke tampuk kekuasaan pada tahun 37 SM. Raja Herodes dikenal karena proyek ambisiusnya, termasuk pembangunan kembali Bait Suci, yang menjadi simbol kemakmuran dan kekuatan mereka.
Namun, masa kejayaan ini pada akhirnya hanyalah panggung yang disiapkan untuk babak berikutnya, yaitu kehancuran kedua. Dengan demikian, Al-Qur'an menegaskan bahwa baik kehancuran pertama maupun kedua bukanlah ramalan masa depan, melainkan bagian integral dari sejarah masa lalu.