Legal Reform First, Economic Transformation Next: Lessons from Surah Yusuf for President Prabowo

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
96
Ilustrasi

Ilustrasi

Legal Reform First, Economic Transformation Next: Lessons from Surah Yusuf for President Prabowo

Oleh Babay Parid Wazdi, Kader Muhammadiyah, Aktifis IPM 1988-1991

Sesaat menjelang sholat jumat, aku melihat sekilas running text di sebuah media televisi bahwa kredit melambat, pertumbuhan ekonomi stagnan, serapan aggaran rendah, belanja pemerintah kurang bergairah, target pajak belum tercapai dan uang banyak mengendap di bank.

 Pertanyaan atau problem bangsa di text terus menghantui langkahku ke masjid. Sesampai di masjid, kucopot sendalku, tapi problematika bangsa dalam berita di atas tidak mau kucopot dari pikiranku. Entah itu pertanda aku fokus mikiran bangsa ini atau shalat jumatku saja yang tidak khusu’.

Sambil menerawang dan mendengarkan khutbah jumat, pikiranku tetap saja pada running text itu. Jadi pertanyaan mengapa? Lalu harus apa? Asta Cita kita bercita-cita ekonomi tumbuh 8%, dari mana dimulai agar 8% itu tidak seperti yang dulu-dulu hanya jadi slogan.

Sebagai anak bangsa yang tidak akan lelah mencintai Ibu Pertiwi walau aku di balik jeruji, aku berpikir keras. Sewaktu takbir, doa ifititah lalu fatihah, dan pas bacaan ayat 6, “Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus”, Aku mendapat ilham teringat surat Yusuf ayat 50 yang kebetulan aku baca setiap hari. Terasa terang alam pikirku, lapang dadaku mendapat ilham itu.

Selesai sholat jumat, segera kubaca kembali surat Yusuf itu, aku renungkan ulang dan aku tulis kisi-kisi pemikiranku untuk bangsa ini. Jangan terbatas karena penjara, kita tidak bisa mikir untuk bangsa. Jangan merasa terluka dan dendam kepada negara yang memenjara kita, karakter kita harus melampaui itu semua karena spektrum kita harus luas, dalam, panjang dan lebar sampai pada hari perhitungan di depan Yang Maha Adil.

Untuk itu kita di penjara tetaplah berkarya untuk anak bangsa, karena kadang anak bangsa abadi dalam membutuhkan kita, karena di dalam negara kadang ada oknum berkuasa yang jiwanya sempit hanya sebatas citra, popularitas, dan kepentingan jabatan.  Jiwa yang sedang terenggut dan tersobek karakternya sebagaimana ketika negara memenjara Hamka atau Mandela. Sedangkan bangsa adalah rakyat yang membutuhkan ketulusan dari kita.

Aku coba hitung manual secara bolak balik,  aku temukan komposisi unik yang selama ini aku lebih memahami surat Yusuf sebagai surat yang menggambarkan keberhasilan Yusuf di bidang ekonomi.

 Komposisi surat Yusuf, sebanyak 59 (53%) ayat membahas mengenai hukum dan keadilan, selanjutnya 15 (14%)  ayat membahas ekonomi dan management publik, sebanyak 11 (10%) ayat membahas keluarga dan psikology sosial. Sebanyak 9 (8%) ayat membahas akhlak dan moral, dan  tata negara  6 (5 %)ayat, 7 ayat membahas doa dan peringatan. Temuan itu memperkuat argumentku atas ayat 50 yang menjadi titik tolak transformasi hukum dari era Al Aziz ke Era Yusuf.

Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran terbaik dari surat Yusuf itu agar Asta Cita itu tercapai. Dijelaskan bahwa ini merupakan kisah terbaik (QS.Yusuf.12:3), karena kisah terbaik pasti banyaklah pelajaran yang bisa kita ambil. Dengan cara apa yakni bagi orang-orang yang bertanya (Qs. Yusuf 12:7), kita akan bisa bertanya kalau kita mau berpikir dan bebas dari dendam. Mari kita pikirkan dari struktur atau konstruksi negara Mesir di Era Al Aziz dan Nabi Yusuf.

Pertama, untuk menjadi makmur, maka harus ada pimpinan yang memiliki visi. Ini dilambangkan oleh mimpi sang Raja. Mimpi itu dalam konteks metafora sastra adalah visi-misi. Kedua, Leader mesti tulus dalam memperjuangkan mimpinya itu, bukan untuk kepentingan pribadi. Beritikad baik, bebas dari benturan kepentingan, dan bebas dari  Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Ini digambarkan oleh raja yang memikirkan serius, secara sungguh-sungguh. Walaupun di sisi lain banyak yang menganggap mimpi (visi) itu adalah halusinasi sang Raja. Diabaikan, tidak dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh kalangan elit politik (Qs.Yusuf 12:44). Lalu pertanyaanya dari mana dulu pembangunan di mulai, kalau sekarang dari mana Asta Cita kita mulai.

Kita lihat komposisi surah Yusuf diatas. Porsi yang berkaitan dengan hukum ternyata jauh lebih banyak di banding dengan ekonomi, sosial dan yang lainya. Berarti  transformasi hukum harus dikedepankan. Selain berkaitan denngan kommposi ayat yang lebih banyak, mengapa hukum terlebih dahulu dibandingkan ekonomi atau yang lainnya. Kita lihat cerita dalam surat Yusuf.

Setelah mendapatkan informasi dari pelayan Raja, bahwa ada seseorang yang bisa menterjemahkan mimpi (visi) Raja. Namun orang tersebut di penjara. Kemudian Raja mengutus pelayan tersebut bertemu Nabi Yusuf. Singkat cerita, Raja tidak langsung mengeksekusi takwil mimpi dari Nabi Yusuf tersebut. Namun Raja meminta Nabi Yusuf bertemu Raja. Namun, Nabi Yusuf tidak berkenan bertemu Raja sebelum Raja mengumpulkan para wanita yang mengiris tangannya sendiri (Qs.Yusuf.12:50). Inilah kuncinya.

Yusuf ingin melakukan trsnformasi hukum terlebih dahulu. Ditegakkan dulu keadilan, sehingga kepastian hukum itu ada (kuat) dengan keadilan yang ditegakkan. Kepastian hukum menjadi stabil, maka kebermanfaatan hukum dan hukum menjadi melindungi seluruh negeri.  

Kita lihat bobroknya keadilan di zaman sebelum reformasi hukum oleh sang Raja. Peristiwa Zulaikha, istri Al-Aziz (pejabat tinggi Mesir), menggoda Yusuf. Kemudian Yusuf atas petunjuk Allah SWT menolaknya dan berlari ke pintu, dimana sudah ada Al-Aziz. Zulaikha memfitnah Yusuf, kemudian ada Saudaraa Al-Aziz yang menjadi saksi, jika diibaratkan zaman sekarang dia itu menjadi “Saksi Ahli”. Fakta persidangannya adalah baju Yusuf sobek di belakang. Namun mengapa Yusuf tetap di penjara padahal fakta persidangan jelas yang salah Zulaikha. Pertama, berarti penegakan hukum di era itu sering mengabaikan fakta persidangan, tajam ke bawah tumpul keatas, jauh dari rasa keadilan. Kedua, Adanya kepentingan elit atau harga diri elit yang akan terusik jika Yusuf tidak di penjara, karena Zulaikha adalah istri Al-Aziz (Qs.Yusuf.12:32-35). Ini berarti adanya intervensi politik kalau ditafsirkan zaman sekarang. Jadi penegakan hukum di era itu penuh dengan intervensi politik, tebang pilih, dan ditunggangi berbagai kepentingan, terutama kepentingan elit sehingga mengabaikan rasa keadilan non elit, dalam hal ini Yusuf. Ketiga, mengapa ada fenomena, Zulaikha mengundang istri para pejabat. Hal ini karena telah terjadi rumor dan viral di kalangan elit. Untuk menutupi rumor itu, Zulaikha mengundang istri para pejabat sehingga mereka mengiris tangannya. Dengan peristiwa tangan teriris ini, rumor menjadi reda, menjadi tidak viral dalam bahasa sekarang. Keempat, mengapa Yusuf tetap masuk penjara, padahal sudah sangat jelas dia tidak bersalah. Saksi ahli telah dihadirkan. Fakta persidangan sudah terang benderang bahwa baju Yusuf disobek dari belakang. Jika Yusuf bebas, maka elit politik akan menjadi malu. Jadi skandal bagi elit politik. Maka ini harus diredam. Dengan cara apa?, dengan cara Yusuf tetap masuk penjara, karena Yusuf sendiri dalam hal ini “tidak mau berdamai” dengan Zulaikha dan para wanita pejabat (Qs.Yusuf.12 : 33) . Kelima, adanya jual beli perkara ini ditunjukkan oleh tawaran Zulaikha dan Yusuf menyebutkan “Aku lebih baik di penjara” (Qs Yusuf 12: 33). Ini merujuk rusaknya tata kelola hukum di era itu. Adanya jual beli perkara atau perkara dinegoisasikan, adanya intervensi politik, seringnya fakta persidangan diabaikan, adanya tekanan publik kalau bahasa sekarang “no viral, no justice”.

Situasi hukum seperti diatas tidak akan mampu menopang kemakmuran rakyat. Kemakmuran tujuh tahun panen tidak akan mampu dikelola dengan baik untuk menopang paceklik tujuh tahun berikutnya. Jika kepastian hukum, keadilan hukum, dan kebermanfaatan hukum tidak ditegakkan akan menghambat dunia bisnis, iklim investasi, dan pada ujungnya pertumbuhan ekonomi tidak akan mencapai 8%. Asta cita hanya akan jadi selogan.

Coba kita amati perjalanan satu tahun pemerintahan Pak Prabowo. Program-program Asta Cita sudah mulai berjalan, MBG (Makan Bergizi Gratis), pupuk untuk petani, penguatan demokrasi, swasembada pangan, dan lain-lain.

Namun demikian, mengapa pertumbuhan ekonomi masih stagnan di kisaran 5 %, tingkat pengangguran yang masih belum berubah signifikan, kemampuan kelas menengah menurun, pertumbuhan kredit melambat, pendapatan pajak masih di bawah target, serapan anggaran di daerah masih rendah, harapan ekonomi tambah 6% tahun 2026 masih cukup jauh dari angan.

Belajar dari surat Yusuf, hal yang dilakukan Raja adalah transformasi hukum terlebih dahulu sebelum bidang ekonomi. Perbaiki bidang hukum, agar tercipta hukum yang berkeadilan, kepastian hukum yang kokoh, dan kebermanfaatan hukum untuk masyarakat. Hal ini tergambar dari dialog, Raja, Pembantu Raja, nabi Yusuf dalam ayat 44 sd 51.

Setelah raja mengumumkan mimpinya (visinya) dan kurang mendapat respon (Qs.Yusuf.12: 44) dari para petinggi. Utusan Raja mendatangi nabi Yusuf di penjara. Nabi Yusuf tidak bersedia menghadap Raja. Nabi Yusuf menanyakan terlebih dahulu bagaimana dengan para wanita yang mengiris tangannya. Disini nabi Yusuf bukan hanya berpikir urusannya sendiri, kepentingannya keluar dari penjara, tapi nabi Yusuf ingin Raja melakukan transformasi hukum, bereskan urusan hukum terlebih dahulu sebelum bicarakan ekonomi dan kemakmuran rakyat. Itulah yang diisyaratkkan  Yusuf (Qs.Yusuf.12:50-51).

Jadi ada political will yang kuat dari Raja dan elit politik untuk melakukan transformasi hukum. Nabi Yusuf mendorong agar raja melakukan itu (Qs.Yusuff 12:50).  Disitu juga kita dapat belajar bahwa transformasi itu harus top down kemudian didukung oleh elit politik. Ini tercermin dari Raja yang memanggil para wanita termasuk Zulaikha. Ini adalah bagian dari transformasi hukum yang tergambar dalam surat Yusuf.

Kemudian para wanita itu mengakui kesalahannya. Ini menggambarkan dalam transformasi hukum itu harus ada mekanisme memaafkan kesalahan masa lalu, dan tidak mengulangi di masa depan (Qs. Yusuf 12: 50)

Dalam transformasi hukum itu nabi Yusuf ingin menegakkan hukum berkeadilan jangan sampai ada orang tidak bersalah di hukum. Ini sangat menuntut bahwa para penegak hukum bukan hanya paham aturan-aturan tapi tidak memahami hukum yang sebenarnya. Hukum untuk keadilan.

Dalam transformasi hukum itu nabi Yusuf mengedepankan perbaikan sistem bukan personal. Mengapa demikian, jika kepentingan personal bebas, dia tidak akan bertanya “bagaimana dengan para wanita itu”. Nabi Yusuf pasti sudah bersedia dipanggil Raja sebelum urusan sistem hukumnya diperbaiki.

Mengapa demikian? Karena kemakmuran ekonomi tujuh tahun panen tidak dapat dikelola jika sistem hukumnya masih rusak. Dalam konteks sekarang tidak mungkin ekonomi  tumbuh 8% jika system hukumnya belum mampu berkeadilan, belum bisa meberikan kepastian hukum dan belum menghadirkan kebermanfaatan bagi bangsa. Wallahu a'lam.

Dari Sang Burung Pipit

Salemba, 10 Oktober 2025

Penulis adalah Direksi Bank DKI (2018 sd 2022) & Dirut Bank Sumut (2023 sd 2025). Esay ini di ketik ulang dari tulisan tangan ayahku yang berada di rutan Salemba & Esay ini bagian dari Manifesto Tawasul Sang Burung Pipit (The Bright Way to Freedom and Faith), salam Ahmad Raihan Hakim (Alumni SMA Muh 3 Jkt 2018)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah era 1970-1990 KH Abdur Rozaq Fachruddin menyambut Maulid Nabi Muha....

Suara Muhammadiyah

19 September 2023

Wawasan

Salah Kaprah tentang Nasikh dan Mansukh (1) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Univers....

Suara Muhammadiyah

15 April 2024

Wawasan

Menelaah Gerakan Ilmu dalam Gerakan Islam Berkemajuan  Oleh: Sutopo Ibnoris, PC IMM AR Fakhrud....

Suara Muhammadiyah

8 May 2024

Wawasan

Memaknai Filosofi Garwa dalam Konteks Kehidupan Oleh: Rumini Zulfikar (GusZul), Penasehat PRM Trok....

Suara Muhammadiyah

9 September 2025

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Sejumlah orientalis mengatakan bahwa Islam disebarkan lewat pedang. Gagasan ini....

Suara Muhammadiyah

20 October 2023