Masjid sebagai Sentral Kemandirian Ekonomi Masyarakat

Publish

22 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
49
Sumber Foto: AI

Sumber Foto: AI

Masjid sebagai Sentral Kemandirian Ekonomi Masyarakat

Oleh : H. Subkhan Fathoni, SE

Di sebuah kampung yang ramai, di pinggir kota besar Indonesia, berdiri sebuah masjid sederhana dengan lantai keramik dua warna, dinding putih dengan jendela kaca, menara kecil, dan halaman yang sering dipakai anak‑anak bermain setelah shalat. Masjid itu bukanlah yang paling megah, namun menjadi titik temu komunitas setiap hari. Jamaah datang bukan hanya untuk shalat, tetapi juga untuk berdiskusi, belajar, bahkan berbagi‑usaha kecil antar tetangga.

Dalam riuh dan dinamisnya komunitas ini, terlihat bagaimana masjid bisa menjadi sentral, bukan hanya untuk ibadah ritual tapi juga untuk ekonomi Masyarakat. Sebagai tempat di mana potensi masyarakat digerakkan, keterampilan diasah, jaringan sosial terbentuk, modal kecil saling dikelola. Inilah kisah yang seharusnya menjadi model banyak masjid, ketika masjid tidak hanya dipakai oleh masyarakat, tetapi juga memakai potensi masyarakat untuk kemaslahatan bersama.

Masjid demikian menjadi agen perubahan sosial‑ekonomi. Di sinilah jamaah yang sebelumnya hanya mencari pekerjaan harian bisa didorong menjadi pelaku usaha mikro, di sinilah zakat/infaq wakaf yang dulu hanya terdistribusi sebagai bantuan darurat, kini disalurkan sebagai modal usaha syariah. Masjid yang demikian memberi harapan bahwa kemandirian ekonomi umat bukanlah sekadar cita‑cita, melainkan kenyataan yang bisa dibangun.

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid‑masjid Allah ialah orang‐orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan menegakkan salat dan menunaikan zakat, dan tidak takut kecuali kepada Allah; maka mudah‐mudahan mereka termasuk orang‑yang mendapat petunjuk.” (QS QS At‑Taubah 18)

Ayat ini secara jelas menyebut bahwa orang yang “memakmurkan” masjid adalah mereka yang beriman, mendirikan salat, menunaikan zakat. Memakmurkan di sini mencakup lebih dari sekadar aktivitas fisik (bangunan) tetapi meliputi aspek sosial, spiritual dan tentu saja ekonomi.

Saya ajak pembaca kembali ke kisah masa silam, ketika Madinah menjadi basis komunitas muslim setelah peristiwa hijrah. Masjid Nabi ﷺ (Masjid Nabawi) tak hanya sebagai tempat shalat, tetapi juga tempat musyawarah, pendidikan, tempat kaum fakir miskin berkumpul, distribusi zakat, bahkan tempat perdagangan ringan dalam koridor syariat.

Seiring waktu, masjid menjadi pusat peradaban Islam. Ruang publik yang menghubungkan spiritualitas, sosial, serta ekonomi. Dalam konteks Indonesia saat ini  dengan jumlah masjid yang sangat banyak,  potensi tersebut tengah dilirik kembali. Sebagaimana disebut bahwa pemerintah dan pengurus masjid nasional mendorong agar masjid menjadi pusat ekonomi umat. 

Kita kembali ke kisah kampung tadi. Pengurus masjid dengan dukungan tokoh lokal dan jamaah memutuskan untuk mengambil langkah baru. Masjid tidak hanya sebagai tempat shalat dan pengajian saja, tetapi menjadi “rumah besar” bagi usaha umat. 

Mereka mulai dengan: Pertama, mengorganisasi jamaah untuk memahami literasi ekonomi. Jamaah diberi pelatihan tentang kewirausahaan kecil, pemasaran produk lokal, pencatatan keuangan sederhana, digitalisasi pesanan. Kedua, menyisihkan dana infaq/zakat sebagian untuk modal usaha kecil. Misalnya warung kopi jamaah di halaman masjid, hasil kebun jamaah dijual melalui koperasi kecil yang dikelola pengurus masjid. Ketiga, membuka ruang bagi UMKM jamaah. Gerai makanan, kerajinan tangan, produk pangan lokal semuanya dimajukan dengan dukungan masjid sebagai tempat promosi dan distribusi. 

Keempat, Mengelola “wakaf produktif” melalui masjid. Tanah di sekeliling masjid dapat digunakan untuk kios atau kawasan usaha, kebun berkelompok yang hasilnya sebagian kembali ke masyarakat dan sebagian untuk operasional masjid. Kelima, Menghubungkan dengan jaringan eksternal. Lembaga keuangan syariah, koperasi, lembaga zakat, instansi pemerintah. Sehingga masjid tak hanya berperan lokal saja tetapi juga terhubung ke ekosistem yang lebih besar.

Dampak yang ditimbulkan adalah masyarakat sekitar mulai merasakan bahwa masjid berguna secara ekonomi, bukan hanya secara spiritual. Kemandirian ekonomi, bahkan bila masih skala mikro dapat terwujud. 

Namun perubahan bukan tanpa hambatan. Pengurus masjid di kampung itu menemui beberapa tantangan yang ada. Diantaranya adalah: Pertama, Mindset lama yang masih memandang masjid hanya untuk shalat dan pengajian saja, belum terbiasa menjadikan masjid bisa juga sebagai pusat ekonomi. Kedua, Kapasitas pengurus masjid belum semua memiliki keahlian  manajemen keuangan, program ekonomi, monitoring‑evaluasi. Ketiga, Modal yang tersedia masih terbatas untuk memulai usaha skala masjid/komunitas. Keempat, Legalitas dan regulasi yang ada. Beberapa aktivitas ekonomi di masjid menemui hambatan syariah atau regulasi lokal (misalnya pengelolaan kios, usaha wakaf produktif) sebagaimana disinggung bahwa pemanfaatan area komersial masjid butuh panduan syariah. Kelima, Digitalisasi dan inovasi teknologi baik untuk pengumpulan dana (zakat/infaq) maupun untuk pemasaran sangat diperlukan. Namun belum semua masjid siap. 

Dalam konteks Indonesia, dengan ratusan ribu masjid yang ada merupakan potensi luar biasa dan terbentang luas. Sebagaimana dinyatakan bahwa pemerintah ingin menjadikan 800 ribu masjid sebagai pusat ekonomi umat.  Artinya jika satu per satu masjid mulai aktif secara ekonomi, dampaknya secara nasional adalah tercapainya kemandirian ekonomi umat secara luas. Masjid yang produktif bukan hanya membangun fisiknya, tetapi membangun manusia, membangun jaringan ekonomi umat. 

Saatnya kita mulai memandang masjid sebagai pusat kehidupan, bukan hanya tempat  ritual semata. Maka kemandirian ekonomi akan tumbuh sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah SWT yaitu mendirikan salat, menunaikan zakat, memakmurkan masjid, memberdayakan umat. 

Di kampung tadi, masjid sederhana itu kini makin hidup. Setiap sore, deru mesin keripik buah terdengar dari halaman sisi  masjid, di warung kecil masjid para jamaah dan masyarakat sekitar makan bersama sambil berdiskusi peluang usaha. Koperasi masjid mencatat pinjaman kecil untuk usaha kecil, dan hasilnya sebagian kembali ke kas masjid untuk perawatan dan program sosial. Anak‑anak remaja bahkan berkumpul di serambi masjid selepas shalat Isya untuk belajar literasi digital dan memetakan peluang ekonomi online lokal.

Masjid itu telah berubah dari sekadar ruang ritual menjadi ruang transformasi.  Yaitu transformasi ekonomi umat, transformasi sosial, transformasi spiritual. Ia menjadi sentral kemandirian ekonomi Masyarakat,  karena jamaah menjadi pelaku bukan hanya penerima. Masjid menjadi fasilitator bukan hanya rumah ibadah. Ekonomi umat menjadi bagian dari ibadah umat.

Semoga setiap masjid di Indonesia, baik yang besar maupun kecil dapat menapaki kisah positif yang sama. Semoga setiap jamaah dapat melihat masjid bukan hanya sebagai tempat datang untuk shalat, tetapi sebagai rumah bersama dalam membangun kehidupan yang mandiri, bermartabat, dan sesuai nilai Islam. Karena sesungguhnya, ketika masjid makmur dan masyarakat sekitarnya mandiri, maka kemaslahatan umat dan kemuliaan syiar Islam akan tercapai dengan indah. ( Sekretaris PCM Sruweng, Kebumen)

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Menggalang Energi Pemimpin Muhammadiyah untuk Memperkuat Persyarikatan Oleh: Agus Setiyono  M....

Suara Muhammadiyah

25 November 2023

Wawasan

Memperkaya Muhammadiyah, Bukan Mencari Kekayaan di Muhammadiyah Oleh: Bahren Nurdin, Wakil Ketua Pi....

Suara Muhammadiyah

21 June 2024

Wawasan

Misquoting Muhammad: Menavigasi Warisan Nabi di Era Modern Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu....

Suara Muhammadiyah

24 January 2025

Wawasan

Oleh: Cristoffer Veron P Setelah menikmati lelap tidur panjang berikut menyaksikan bunga mimpi nan ....

Suara Muhammadiyah

21 September 2023

Wawasan

Dualisme Putusan MK, Kesehatan Otak, dan Ketaatan Hukum  Oleh: Wildan dan Nurcholid Umam Kurni....

Suara Muhammadiyah

4 December 2023