Menjadi Kader Muhammadiyah: Berorganisasi dengan Spirit dan Akhlak Rasulullah

Publish

5 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
127
Foto Dok SM

Foto Dok SM

Menjadi Kader Muhammadiyah: Berorganisasi dengan Spirit dan Akhlak Rasulullah

Oleh: Mohammad Nur Rianto Al Arif, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah/ Ketua PDM Jakarta Timur

Nama Muhammadiyah tentu bukan sekadar label organisasi, namun menyimpan makna mendalam yang berakar pada misi profetik yaitu menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Dalam bahasa Arab, “Muhammadiyah” berarti orang-orang yang meneladani dan berusaha berjalan di jalan Rasulullah. Dengan demikian, setiap kader Muhammadiyah memikul tanggung jawab besar, yakni menghadirkan nilai, akhlak, dan spirit perjuangan Nabi Muhammad dalam kehidupan pribadi, sosial, hingga perjuangan organisasi.

Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, sangat menyadari bahwa umat Islam pada masanya seringkali terjebak pada formalitas keagamaan tanpa menyentuh inti risalah Islam, yaitu membumikan ajaran Nabi Muhammad dalam realitas sosial. Maka Muhammadiyah lahir bukan untuk sekadar berdiri sebagai organisasi, melainkan sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang membawa Islam dalam makna yang mencerahkan (Gerakan Islam berkemajuan).

Dengan demikian, menjadi kader Muhammadiyah sejatinya adalah proses meneladani Rasulullah mulai dari bagaimana beliau bersikap, berjuang, berorganisasi, melayani umat, hingga membangun peradaban.

Al-Qur’an menegaskan dalam Surah Al-Ahzab ayat 21:

Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah."

Ayat ini menegaskan bahwa Rasulullah bukan sekadar pemimpin spiritual, melainkan figur teladan (uswah hasanah) dalam segala aspek kehidupan. Beberapa keteladanan utama Rasulullah yang relevan dengan kaderisasi di Muhammadiyah. Pertama, keikhlasan dalam berjuang. Nabi Muhammad selalu menekankan bahwa amal terbaik adalah yang dilakukan dengan ikhlas. Dakwah beliau bukan untuk popularitas atau keuntungan pribadi, melainkan demi ridha Allah SWT.

Kedua, kesabaran dalam menghadapi ujian dan tantangan. Sejak awal dakwah di Mekah, Rasulullah menghadapi cemoohan, intimidasi, bahkan kekerasan fisik. Namun beliau tetap sabar, tidak membalas keburukan dengan keburukan. Ketiga, kepemimpinan yang melayani. Rasulullah tidak pernah menempatkan diri di atas umat. Beliau tidur di atas tikar kasar, makan sederhana, bahkan ikut mengangkat batu ketika membangun Masjid Quba dan Masjid Nabawi.

Keempat, keadilan dan Amanah. bahkan sebelum diangkat sebagai nabi, beliau sudah dikenal dengan gelar Al-Amin—orang yang terpercaya. Kejujuran dan integritas adalah ciri khas Rasulullah. Kelima, kecerdasan dan kearifan. Rasulullah tidak hanya saleh secara spiritual, tetapi juga cerdas dalam strategi dakwah, membangun jaringan, dan menyelesaikan konflik. Keteladanan inilah yang seharusnya menjadi fondasi setiap kader Muhammadiyah ketika berkhidmat.

Kemudian bagaimana keteladanan itu dapat diimplementasikan oleh kader Muhammadiyah dalam berkhidmat? Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi pedoman oleh para kader Muhammadiyah.

Pertama, keikhlasan dalam berorganisasi. Kader Muhammadiyah harus menyadari bahwa berkhidmat bukanlah ajang mencari panggung atau kedudukan. Menjadi pengurus, aktivis, atau relawan Muhammadiyah adalah bentuk ibadah. Sebagaimana Rasulullah berdakwah dengan penuh keikhlasan, kader pun harus meniatkan pengabdiannya semata-mata untuk Allah.

Sebagaimana dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan. Beliau mendirikan Muhammadiyah pada 1912 bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan demi kemajuan umat Islam. Bahkan, ketika beliau menjual perabot rumah tangganya untuk membiayai pembangunan sekolah Muhammadiyah, itu adalah bukti keikhlasan. Beliau tidak memikirkan kenyamanan keluarga semata, melainkan masa depan umat.

Kedua, kader Muhammadiyah harus sabar dalam menghadapi dinamika. Organisasi sebesar Muhammadiyah tentu tidak lepas dari dinamika, perbedaan pandangan, bahkan konflik internal. Di sinilah keteladanan Rasulullah dalam kesabaran diuji.

KH. Ahmad Dahlan saat mengajarkan Surah Al-Ma’un kepada murid-muridnya, beliau tidak hanya menyuruh menghafal, tetapi mengulang-ulang hingga muridnya benar-benar paham maknanya  bahwa mengabaikan anak yatim dan orang miskin adalah bentuk kedustaan agama. Banyak yang mengejek metode beliau yang dianggap "aneh", namun beliau sabar menghadapi kritik itu.

Ketiga, kader Muhammadiyah harus menerapkan kepemimpinan yang melayani. Menjadi pemimpin dalam Muhammadiyah bukan berarti mendapatkan fasilitas atau kehormatan, melainkan amanah untuk melayani umat.

Sikap ini telah dicontohkan oleh KH. AR Fachrudin. Sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah terlama (1968–1990), KH AR Fachrudin dikenal sederhana dan sangat melayani umat. Beliau sering bersepeda ke kantor PP Muhammadiyah, menolak gaya hidup mewah, dan selalu ramah kepada kader muda. Sikap rendah hati ini mencerminkan kepemimpinan Rasulullah yang tidak berjarak dengan umat.

Keempat, setiap kader Muhammadiyah harus mampu menjaga integritas. Korupsi, manipulasi, dan penyalahgunaan wewenang adalah penyakit yang menghancurkan organisasi. Keteladanan Rasulullah sebagai Al-Amin harus dihidupkan.

Kelima, kader Muhammadiyah harus cerdas dalam dakwah dan sosial. Muhammadiyah bukan hanya organisasi dakwah, tetapi juga gerakan sosial. Maka kader dituntut cerdas, kreatif, dan adaptif seperti Rasulullah yang mampu membaca konteks zaman. Muhammadiyah harus tetap dapat konsisten di jalur dakwah dan sosial, sekaligus luwes menghadapi dinamika politik nasional. Muhammadiyah harus menjaga jarak organisasi dari kepentingan politik praktis, sambil tetap memberi kontribusi besar untuk bangsa. 

Sejarah Muhammadiyah sendiri adalah bukti implementasi teladan Rasulullah. KH Ahmad Dahlan mencontohkan keberanian Nabi dalam melakukan tajdid (pembaruan). Beliau berani menabrak kebekuan tradisi, menekankan pentingnya amal sosial, dan membumikan ajaran Islam dalam pendidikan, rumah sakit, serta pelayanan umat.

Pada akhirnya, berkhidmat di Muhammadiyah bukanlah sekadar berorganisasi, tetapi bagian dari melanjutkan risalah Nabi Muhammad SAW. Rasulullah telah memberi teladan yang sempurna dalam keikhlasan, kesabaran, kepemimpinan, integritas, dan kecerdasan.

Keteladanan itu tidak berhenti pada sejarah Nabi, tetapi hidup dalam praktik nyata para tokoh Muhammadiyah. Kader Muhammadiyah yang meneladani sikap ini akan mampu menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang benar-benar mencerahkan umat, membangun bangsa, dan menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Menjadi kader Muhammadiyah berarti siap menapaki jalan panjang perjuangan Nabi yaitu melayani, bukan dilayani; memberi, bukan meminta; membangun, bukan merusak. Inilah makna sejati meneladani Rasulullah dalam berkhidmat.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Demokrasi dan Pembangunan  Oleh: Badru Rohman, Advokat dan Pemerhati Sosial Diskursus antara ....

Suara Muhammadiyah

14 August 2025

Wawasan

Harta dan Perempuan: Melampaui Bias Klasik Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Uni....

Suara Muhammadiyah

21 March 2025

Wawasan

Oleh: Tito Yuwono, PhD, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Penguru....

Suara Muhammadiyah

13 June 2025

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Kapan kemenangan dari Allah akan datang? Banyak orang yang mengajukan pertanyaa....

Suara Muhammadiyah

13 November 2023

Wawasan

How to Win Friends: Resep Persahabatan ala Dale Carnegie Oleh: Donny Syofyan/Dosen Fakultas Ilmu Bu....

Suara Muhammadiyah

17 February 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah