BANDUNG, Suara Muhammadiyah - Kampus Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung) menjadi saksi bisu kemeriahan Festival Seni Budaya Muhammadiyah Aisyiyah Jawa Barat (FSBMA Jabar), sebuah perhelatan akbar hasil kolaborasi antara Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Muhammadiyah Jawa Barat (LSBO Jabar) dan Lembaga Budaya Seni dan Olahraga Aisyiyah Jawa Bara (LBSO Jabar). Dibuka bertepatan dengan acara milad UM Bandung pada tanggal 30 Juni 2025, festival ini menyuguhkan beragam pertunjukan dan pameran seni hingga puncaknya pada 5 Juli 2025.
Festival ini bukan sekadar perayaan seni biasa, melainkan wujud nyata sinergi lintas elemen yang luar biasa. Berbagai pihak, baik dari internal maupun eksternal Muhammadiyah, turut ambil bagian dalam menyukseskan acara ini.
Dari ranah internal, kemeriahan festival didukung penuh oleh; PK IMM Komunikasi Penyiaran Islam, LSB IMM Jawa Barat, dan UKM Paduan Suara UM Bandung.
Tak hanya itu, kolaborasi juga meluas hingga ke berbagai elemen eksternal yang turut memperkaya khazanah festival, di antaranya; Sanggar Olah Seni (SOS), Asosiasi Pelukis Nusantara (Aspen), dan Sanggar Mitra Bandung.
Kehadiran berbagai komunitas seni dan budaya ini membuktikan bahwa Festival Seni Budaya Aisyiyah Jawa Barat menjadi wadah yang inklusif, merangkul beragam talenta dan kreativitas untuk menciptakan sebuah perayaan seni yang tak terlupakan. Festival ini tidak hanya memeriahkan milad UM Bandung, tetapi juga memperkuat jalinan silaturahmi antar pegiat seni dan budaya di Jawa Barat.
Pembukaan
Suasana semarak mulai terasa di Universitas Muhammadiyah Bandung sejak Minggu, 30 Juni lalu, menandai dibukanya Festival Seni Budaya Aisyiyah Jawa Barat. Para pengunjung langsung disambut oleh pemandangan menawan di sepanjang lorong selasar Gagas lantai 1 Gedung UM Bandung, yang kini bertransformasi menjadi galeri seni dadakan.
Puluhan lukisan indah terpajang rapi pada partisi-partisi, menawarkan pesona visual yang memikat. Karya-karya seni yang dipamerkan setiap lukisan memiliki gaya uniknya sendiri. Pameran tersebut akan tetap terpajang dan bisa dinikmati oleh publik hingga festival berakhir pada 5 Juli.
Acara pembukaan resmi diawali dengan serangkaian sambutan. Dimulai dengan prakata dari Dr. Ace Somantri S.H.I., M.Ag, salah satu Wakil Ketua PWM Jawa Barat, yang kemudian dilanjutkan oleh Ahmad Rifa'i, S.Sos., M.Pd, selaku Ketua LSBO Jawa Barat. Selanjutnya, Cecep Ahmad Hidayat, S.Sn. sebagai ketua acara festival, turut menyampaikan sambutannya, dan terakhir ditutup oleh ketua Asosiasi Pelukis Nusantara (Aspen) Dedi Syarif yang ikut menyampaikan perspektifnya dari dunia seni rupa.
Setelah sesi prakata, panggung pembukaan semakin dimeriahkan oleh penampilan-penampilan yang memukau. Para siswa dari SMK Muhammadiyah 1 Bandung tampil memukau dengan tari duduk yang anggun dan memesona. Tak lama berselang, dilanjutkan penampilan Paduan Suara UKM Padus UMB, menambah kemeriahan suasana pembukaan festival.
Seminar Bertajuk “Kebebasan Berkarya”
Pada Hari Rabu, 2 Juli 2025, Suasana meriah dan penuh inspirasi menyelimuti sebuah seminar bertajuk "Kebebasan Berkarya" yang diselenggarakan pada hari Rabu, 2 Juli lalu.
Acara yang menjadi bagian dari rangkaian kegiatan besar ini berhasil menarik perhatian dengan menghadirkan tiga tokoh ternama di bidangnya, yakni; Kiai Cepu (Pimpinan Pusat Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah), Ken Atik (Dosen Kriya UM Bandung), dan Pidi Baiq (Seniman). Seminar yang dimoderatori oleh Febi Fauziah Ahmad ini sukses menyajikan diskusi mendalam seputar esensi kebebasan dalam berkesenian.
Sebelum seminar, suasana sudah menggelegar dengan penampilan memukau dari Djaleuleu Percussion yang ditampilkan oleh keceriaan anak-anak dari SD sampai SMP dan pertunjukan Teater Panonpoe dengan "Kolase Negeri Setengah Hati," menyampaikan kritik tajam tentang seni, politik, dan ekonomi.
Dalam seminar, Pidi Baiq menekankan seni harus bebas tanpa batasan, sementara Kiai Cepu melalui monolog "Nina" menegaskan pentingnya tujuan dan metode jelas dalam berkesenian agar terarah mencapai tujuan. Ken Atik berbagi perspektifnya sebagai pendidik, mendorong kebebasan berekspresi di kampus. Seminar ini sukses menjadi wadah refleksi dan memantik semangat berkarya dengan kesadaran dan tujuan serta kebebasan.
Kritik Sosial Panggung Teater Monolog dan Pemutaran Film Pendek
Suasana seni dan kritik sosial membanjiri Bandung pada awal Juli lalu! Sebuah pertunjukan teater monolog yang memukau dan serangkaian pemutaran film pendek karya sineas muda sukses menyedot perhatian. Acara ini tak hanya menghibur, tetapi juga berhasil memantik pemikiran kritis para penonton.
Pembuka acara adalah monolog "Makan Janji" yang dibawakan dengan penuh penghayatan oleh Ariel Valeryan dan Azka Ahmad Maula. Naskah yang juga merupakan buah karya Ariel Valeryan ini, secara lugas mengkritik ekosistem kepemimpinan di Indonesia. Monolog ini menjadi pemantik kritis audiens sekaligus perenungan terhadap fenomena politik dan kekuasaan yang sedang terjadi di Tanah Air.
Setelah monolog yang menggugah, layar bioskop mini pun menyala, menampilkan empat film pendek memukau dari KPI UM Bandung. Keempat karya berdurasi masing-masing 10 menit tersebut adalah "Amorfati", "Hanya Rindi", "Labyrinth", dan "Where's My Home".
Cecep Ahmad Hidayat Ketua Penyelenggara, memberikan apresiasi tinggi terhadap kualitas visual film-film tersebut. "Film-film ini harus bisa diapresiasi lebih besar, karena keseriusan dalam menyajikan visualnya yang sangat baik," ujarnya. Pernyataan ini menjadi bukti nyata bahwa bakat-bakat muda di UKM Film UM Bandung memiliki potensi besar menuju pada dunia film yang lebih besar jika dikembangkan dan didukung lebih serius.
Sketsa Massal Memeriahkan Hari Penutup Acara
Suasana semarak dan penuh kreativitas menyelimuti UM Bandung pada hari terakhir festival seni mereka. Sebelum resmi ditutup, para seniman sukses menciptakan kesan atmosferal melalui sesi sketsa massal yang menarik perhatian seluruh civitas academika dan orang-orang lain yang melintas Selasar Gagas.
Sejak pukul 09.00 hingga 14.00 WIB, selasar Gagas UM Bandung berubah menjadi studio seni dadakan. Seniman-seniman berbakat seperti Saepul, Heriana, Jino, dan Cep Gorbacep, bersama rekan-rekan lainnya, menawarkan kesempatan langka melukis wajahnya secara gratis. Mahasiswa, staf kampus, hingga dosen dengan antusias rela "mematung" selama kurang lebih 40 menit di bangku yang disediakan, demi menjadi objek inspiratif bagi para seniman dengan berbagai gaya goresan dan sudut pandang.
Penutupan Penuh Harapan untuk Seni dan Dakwah Inklusif
Setelah sesi sketsa yang meriah, acara dilanjutkan dengan penutupan resmi. Ketua LSBO Jawa Barat, Ahmad Rifa'i, menyampaikan rasa syukur atas kelancaran seluruh rangkaian acara. Beliau tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dengan penuh antusiasme. Ahmad Rifa'i juga mengungkapkan harapannya agar bidang kesenian dan kebudayaan dapat terus maju dan menjadi media dakwah yang inklusif bagi masyarakat.
Senada dengan itu, Ketua Penyelenggara, Cecep Ahmad Hidayat, menutup acara dengan pesan inspiratif. Beliau menegaskan bahwa festival kali ini, dengan tema "Kebebasan Berkarya", akan menjadi pemicu semangat bagi perkembangan Muhammadiyah di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, untuk terus berinovasi dalam dunia seni.
Acara ini tidak hanya menjadi panggung bagi para seniman untuk menunjukkan bakatnya, tetapi juga bukti nyata bahwa seni mampu menjadi jembatan kebersamaan dan sarana penyebaran nilai-nilai positif secara inklusif.