MAKASSAR, Suara Muhammadiyah – Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Makassar kembali menyelenggarakan Pengajian Bulanan Muballigh Muhammadiyah yang berlangsung di Masjid Al-Furqon Muhammadiyah Cabang Tallo, Sabtu (25/10). Kegiatan ini menjadi ruang konsolidasi intelektual dan spiritual bagi para muballigh, sekaligus memperkuat semangat dakwah wasatiyah di tengah dinamika kehidupan keumatan saat ini.
Acara dibuka secara resmi oleh KH. Muhammad Said Abd. Shamad, Lc., selaku Ketua PDM Kota Makassar. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya penguatan ideologi dan wawasan keislaman muballigh Muhammadiyah agar dakwah di tingkat akar rumput tetap kokoh, mencerahkan, dan sejalan dengan nilai-nilai Islam berkemajuan.
“Muballigh Muhammadiyah harus menjadi pelopor dakwah yang menghadirkan kesejukan, menebar ilmu, dan memperkuat ukhuwah di tengah masyarakat. Pengajian seperti ini adalah bagian dari upaya kita menjaga kesinambungan ideologi Persyarikatan,” ungkap KH. Said Abd. Shamad.
Sebagai narasumber utama, hadir Prof. H. Zulfahmi Alwi, M.Ag., Ph.D., Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, sekaligus Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar. Beliau memaparkan materi bertajuk “Manhaj Tarjih Muhammadiyah dan Implementasi dalam Dakwah.”
Dalam paparannya, Prof. Zulfahmi menjelaskan bahwa Manhaj Tarjih Muhammadiyah merupakan metode berpikir dan berijtihad yang digunakan Muhammadiyah dalam memahami dan menetapkan ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pendekatan rasional, ilmiah, dan kontekstual. Manhaj ini menekankan sikap wasatiyah (tengah dan seimbang), menolak fanatisme dan ekstremisme, serta terbuka terhadap pandangan baru yang lebih kuat. Setiap keputusan tarjih diambil secara objektif untuk kemaslahatan umat dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Melalui manhaj ini, Muhammadiyah berupaya mewujudkan dakwah Islam yang mencerahkan, toleran, dan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Prof. Zulfahmi menegaskan bahwa wawasan wasatiyah atau jalan tengah merupakan karakter utama Majelis Tarjih Muhammadiyah. Prinsip ini menolak segala bentuk ekstremisme, baik dalam pemikiran maupun praktik keagamaan, serta mendorong umat Islam untuk bersikap seimbang, adil, dan toleran. “Gerakan Islam Muhammadiyah adalah gerakan yang berorientasi pada kemanusiaan universal. Islam bukan untuk menegasikan yang lain, tetapi membawa rahmat bagi seluruh alam. Di sinilah pentingnya dakwah yang mencerdaskan, bukan menghakimi,” terang alumni program doktoral Universitas Kebangsaan Malaysia ini.
Beliau menambahkan, sikap wasatiyah itu pula yang menjadi fondasi dalam setiap putusan Tarjih Muhammadiyah — keputusan yang lahir dari ijtihad kolektif para ulama dan cendekiawan yang berupaya menggali hukum Islam secara objektif dan bertanggung jawab. Dalam konteks toleransi, Prof. Zulfahmi menegaskan bahwa keputusan Majelis Tarjih tidak dimaksudkan untuk mengklaim kebenaran tunggal. Setiap hasil tarjih merupakan capaian maksimal berdasarkan argumentasi yang kuat pada saat pengambilan keputusan. “Putusan tarjih tidak menutup diri dari pandangan lain. Bahkan jika ada argumen yang lebih kuat, Muhammadiyah terbuka untuk melakukan koreksi. Inilah semangat ilmiah dan keterbukaan yang menjadi ciri khas Persyarikatan,” jelasnya.
Pandangan ini sejalan dengan prinsip tajdid atau pembaruan dalam Muhammadiyah yang tidak hanya berarti modernisasi, tetapi juga revitalisasi nilai-nilai Islam agar tetap relevan dengan konteks zaman. Dalam semangat ini, dakwah Muhammadiyah diarahkan untuk menghadirkan Islam yang solutif terhadap persoalan sosial, budaya, dan kemanusiaan modern.
Kegiatan pengajian yang dihadiri oleh puluhan muballigh dari berbagai cabang dan ranting Muhammadiyah se-Kota Makassar ini berlangsung khidmat dan interaktif. Para peserta antusias berdialog tentang strategi dakwah yang efektif dalam menghadapi tantangan sosial, seperti penguatan moderasi beragama, dakwah digital, hingga pembinaan masyarakat urban.
KH. Sudirman, selaku Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Makassar yang mengkoordinasikan Majelis Tabligh, menutup kegiatan dengan ajakan agar para muballigh terus meningkatkan kapasitas dan integritas dalam berdakwah. “Dakwah kita bukan sekadar ceramah di mimbar, tetapi gerakan membangun peradaban. Para muballigh harus menjadi agen perubahan yang membawa Islam sebagai rahmat bagi semua,” ujarnya menegaskan.
Ustaz Munir Abd. Rahman selaku Ketua Majelis Tabligh menambakan bahwa bengajian bulanan ini menjadi bagian dari program kaderisasi dan pembinaan ideologis Muhammadiyah Kota Makassar, yang secara rutin menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi, ulama, dan praktisi dakwah. Kegiatan tersebut juga diharapkan mempererat silaturahmi antar-muballigh dan memperkuat soliditas dakwah berkemajuan di Makassar.(Haidir Fitra Siagian/hanan)


