Saling Membantu dengan Tetangga
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Topik kajian ini merupakan butir ke-5 dari 11 butir perilaku hidup bertetangga yang terdapat di dalam Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3 (hlm.456). Kajian ini berisi uraian tentang saling membantu dalam berbagai hal yang biasa dilakukan dalam masyarakat, misalnya, adat istiadat serta tradisi-tradisi setempat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Butir ke-4 perilaku hidup bertetangga adalah saling mengunjungi untuk mengikat tali silaturahim yang dapat mengukuhkan hubungan persaudaraan. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan topik tersebut telah diuraikan dalam “Memuliakan Tamu” yang telah dipublikasi di Suara Muhammadiyah online. 22 Juni 2022 dan “Akhlak Bertamu di Rumah” yang telah dipublikasi di Suara Muhammadiyah online 11 Juli 2022.
Perintah Saling Membantu
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-Maidah (5): 2
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ
“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-membantu dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
Dari ayat tersebut kita ketahui bahwa saling membantu yang diperintahkan adalah saling membantu dalam kebaikan dan takwa. Kita dilarang saling membantu dalam dosa dan permusuhan.
Kita ketahui pula bahwa saling membantu tidak tersekat oleh apa pun. Saling membantu yang demikian sangat penting. Orang kaya tidak berarti dapat mengatasi semua masalah hidupnya. Demikian juga orang yang berpendidikan dan/atau berjabatan tinggi. Dalam hal tertentu dia memerlukan bantuan orang lain. Ketika hujan sangat deras dan rumahnya bocor, sedangkan dia tidak dapat mengatasinya sendiri, dia memerlukan bantuan tetangga yang dapat melakukannya yang berkeadaan ekonomi, pendidikan, dan sosial sebaliknya.
Tetangga yang sehat membantu tetangga yang sakit. Banyak yang dapat dilakukan. Namun, tetangga yang sakit pun dapat membantu tetangga yang sehat. Dari sudut pandangan agama, dia sesungguhnya memberikan kesempatan kepada tetangga yang sehat untuk memperoleh pahala dengan menjenguk dan mendoakannya. Bahkan, jika dapat mendoakan tetangga sehat yang menjenguknya, dia pun mendoakannya.
(Baca juga: “Menjenguk Tetangga yang Sakit”, Suara Muhammadiyah online. 18 Juli 2025)
Kiranya pengalaman berikut ini bermanfaat jika kita jadikan bahan renungan. Ada tetangga yang berprofesi sebagai pemborong. Dia pagi-pagi sekali datang ke rumah. Maksud kedatangannya adalah minta tolong titip surat kabar yang telah dibelinya dalam jumlah yang sangat banyak. Tentu hal itu menimbulkan pertanyaan: mengapa harus dititipkan? Ada apa dengan surat kabar itu?
Ternyata di dalam surat kabar itu terdapat pengumuman tentang lelang proyek. Rupanya dia bermaksud agar pemborong yang lain tidak mengetahui pengumuman tersebut. Dengan tetap menjaga hubungan baik, saya menyatakan tidak bersedia menolongnya.
Dia dapat memahami. Kejadian itu tidak merusak hubungan baik kami. Sampai sekarang hubungan baik kami tetap terpelihara. Ketika kami mohon agar membuatkan draf gambar renovasi musala depan rumah kami, dia bersedia. Ketika dia akan beribadah haji, kami bersilaturahim ke rumahnya 9untuk mendoakannya.
Membantu Tetangga Berhajatan/Terkena Musibah
Ada di antara tetangga yang ketika akan dan setelah mempunyai hajat menikahkan anaknya, misalnya, memerlukan bantuan kita. Kita yang tinggal di kampung biasa mengadakan gotong-royong bersih-bersih, mendirikan tenda, menyiapkan meja dan kursi, atau yang lainnya.
Demikian pula halnya ketika ada tetangga yang meninggal. Dalam hal-hal tertentu kita dapat membantunya.
Jika tetangga tidak mempunyai halaman tempat parkir mobil, sedangkan kita mempunyainya, kita izinkan keluarganya atau tamunya memarkir mobilnya di halaman rumah kita. Tetangga yang menerima keluarganya yang memerlukan bantuan fasiilitas untuk mandi dan menginap, jika kita mempunyai fasilitas tersebut, kita membantunya. Ini kesempatan beramal saleh. Hakikatnya tetangga kita memberikan kesempatan kepada kita untuk membantu dalam kebajikan dan takwa, bukan merepotkan.Tentu saja kita harus menyiapkannya lebih dulu secara patut.
Jika ada kebiasaan atau adat istiadat yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti “nglarung” sesaji ke laut atau ritual lain, kita tidak membantunya, tetapi tidak mencela sebab mencela dapat menimbulkan persengketaan. Jika akan mendakwahinya, kita harus menyadari bahwa kewajiban kita hanya menyampaikan; tidak boleh memaksa. Hidayah datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tambahan lagi, cara mendakwahinya pun sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan as-Sunnah.
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ ١٢٥
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya, Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.”
Mengantar Tamu, Pengantar (Paket, Material Bangunan, dll.) sampai di Alamat Tetangga
Jika ada tamu tetangga dan/atau pengantar paket yang menanyakan alamat tetangga, kita mengantarnya sampai ke alamat. Boleh jadi, jika hanya kita beri ancar-ancar alamat, dia tetap bingung. Ini kesempatan berbuat kebaikan.Jika kita lakukan, kebaikan itu pasti kembali kepada kita. Tentu saja hal itu kita sesuaikan dengan keterjangkauan. Kita buang jauh-jauh perasaan direpotkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-Isra (17):7,
اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْۗ وَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ
“Jika berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri.”
(Baca juga: “Memuliakan Tamu” Suara Muhammadiyah omline. 22 Juni 2022)
Dalam hubungan ini kita berprinsip memudahkan dan tidak mempersulit tetangga sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا “
“Permudahlah dan jangan mempersulit. Gembirakanlah dan jangan membuat takut orang."
Mempermudah urusan tetangga hakikatnya bagian dari amal kebaikan yang memperoleh pahala sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an di dalam surat al-An’am (6):60.
مَنْ جَاۤءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهٗ عَشْرُ اَمْثَالِهَاۚ وَمَنْ جَاۤءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزٰٓى اِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
"Siapa pun yang berbuat kebaikan, dia akan mendapat balasan sepuluh kali lipatnya. Siapa pun yang berbuat keburukan, dia tidak akan diberi balasan, melainkan yang seimbang dengannya. Mereka (sedikit pun) tidak dizalimi (dirugikan).”
Membeli, Memberi, dan Bersedekah
Di mana pun kita tinggal, biasanya ada di antara tetangga kita yang berjualan. Dengan berbelanja di warung atau kios tetangga hakikatnya kita telah membantu. Namun, perlu kita pahami juga bahwa tetangga yang berjualan itu pun membantu kita.
Kita dapat berbelanja di tempat lain yang lebih besar dan lebih murah, tetapi dengan berbelanja di tetangga kita justru insyaallah memperoleh keberkahan. Tetangga yang di situ kita berbelanja, berterima kasih kepada kita. Bahkan, jika dia rajin mengikuti majelis taklim, dia pasti mendoakan kita juga. Perlakuan yang demikian tidak pernah (atau jarang) kita peroleh jika berbelanja di toko besar.
Dengan doanya itu, hakikatnya tetangga kita membantu kita. Insyaallah doanya diijabah karena dia mendoakan kita dengan ikhlas.
Di antara tetangga kita mungkin ada yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Dia suka memancing. Kadang-kadang dia pergi pagi pulang malam.
Pada sekitar pukul 22.00, ketika kita sudah bersiap-siap tidur, dia datang ke rumah kita dengan membawa ikan hasil memancing. Dia meminta agar kita membelinya dan dia menyebut harganya juga. Boleh jadi, harganya lebih mahal daripada harga di pasar.
Jika ada tetangga yang demikian, sangat bagus kita membelinya tanpa menawar. Kita yakin bahwa dia datang ke rumah kita karena digerakkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, kita yakin bahwa bagi kita pasti disediakan-Nya pengganti yang jauh lebih banyak. Bagi kita pasti disediakan-Nya keberkahan.
Semua itu kita lakukan sebagai sedekah tersembunyi. Memang begitulah, kita dapat bersedekah secara formal (terbuka) dan dapat pula secara tersembunyi.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah (2):271,
إِن تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيرٌ لَّكُمْ
”Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.”
Sementara itu, diriwayatkan dari Abu Hurairah radiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda,
سبعة يظلهم الله في ظله، يوم لا ظل إلا ظله…”، وذكر منهم: “ورجل تصدق بصدقة فأخفاها؛ حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه
”Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya …(dan disebutkan salah satu dari mereka)… dan laki-laki yang bersedekah kemudian menyembunyikan sedekahnya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Membantu Mempertemukan Jodoh
Di lingkungan tempat kita tinggal mungkin ada tetangga yang gelisah karena anaknya belum menikah, padahal umurnya sudah 30 tahun lebih. Di samping itu, anaknya itu telah berpenghasilan tetap dan cukup untuk bekal hidup berumah tangga.
Jika tetangga itu curhat, kita siap menjadi pendengar yang baik. Jika dia minta doa, kita doakan. Jika dia minta saran, kita memberinya saran. Jika.dia minta bantuan mencarikannya menantu, kita bantu. Namun, kita harus sangat berhati-hati.
Bisa jadi pada awalnya semua berjalan mulus-mulus saja, tetapi pada akhirnya timbul masalah besar. Tidak hanya anak tetangga yang menghadapinya, tetapi juga kita dengan tetangga. Untuk meghindarinya, kita sejak awal harus membuat komitmen dengan tetangga yang minta bantuan. Salah satu isi komitmen itu adalah bahwa jika terjadi hal-hal di luar kemampuan atau di luar pemikiran, semua pihak dengan lapang dada mengembalikan masalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa jodoh merupakan salah satu sesuatu yang gaib. Berkenaan dengan itu, dalam usaha membantu tetangga, kita tidak lupa berdoa. Insyaallah barakah. Aamiin!