BANDUNG, Suara Muhammadiyah — Dalam rangka memperingati milad ke-9 Universitas Muhammadiyah Bandung, Lembaga Seni, Budaya, dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat menggelar pameran seni lukis yang berlangsung meriah pada Senin, 30 Juni 2025.
Acara ini digelar di Selasar Gagas UM Bandung dan menjadi bagian dari festival seni yang akan berlangsung hingga 5 Juli 2025. Pameran ini menghadirkan para seniman ternama dari Kota Bandung yang memamerkan sekaligus menjual karya-karya lukisannya.
Salah satu daya tarik dalam kegiatan ini adalah live painting atau demo melukis langsung di tempat oleh para seniman. Pengunjung tidak hanya menikmati karya jadi, tetapi juga menyaksikan langsung proses kreatif para pelukis dalam menuangkan ide dan emosi ke dalam media lukis.
Media yang digunakan dalam karya seni yang ditampilkan juga cukup beragam. Tidak hanya kanvas, para seniman juga bereksperimen dengan media lain seperti kayu dan akrilik. Pemilihan media ini menjadi bagian dari ekspresi bebas yang diusung dalam pameran bertema ”Kebebasan”.
Sebanyak 20 karya seni ditampilkan dalam pameran ini, yang seluruhnya mencerminkan kebebasan imajinasi dan kepekaan sosial para seniman. Salah satu lukisan yang mencuri perhatian pengunjung mengangkat isu kemanusiaan di Palestina, menggambarkan kehancuran gedung-gedung akibat perang sebagai simbol penderitaan rakyat Palestina.
”Sebagai seniman, kami hanya bisa bersuara lewat karya. Turun langsung ke medan konflik tidak mungkin, maka kami mengekspresikan keprihatinan lewat lukisan,” ujar Saipul Bahri, salah satu seniman peserta pameran, seperti dikutip dari laman resmi Bewara Pers UM Bandung.
Dari sisi teknik, para seniman menggunakan beragam bahan, seperti cat minyak, pastel, dan akrilik. Khusus untuk live painting, akrilik menjadi pilihan utama karena cepat kering dan memungkinkan karya selesai dalam waktu singkat.
Menurut Saipul, nilai jual sebuah lukisan tidak hanya bergantung pada media yang digunakan. ”Yang mempengaruhi harga adalah gagasan di balik karya, proses kreatif, usia lukisan, hingga reputasi pelukis. Seni itu perjalanan. Semakin banyak berpameran, semakin tinggi nilai karya,” jelasnya.
Pameran ini terbuka untuk umum dengan harga tiket yang cukup terjangkau. Tiket reguler dijual seharga Rp15.000, sedangkan untuk tiket VIP seharga Rp50.000 yang memberikan fasilitas tempat duduk di barisan depan untuk seluruh rangkaian acara festival.
Bagi pengunjung yang tertarik membeli lukisan, panitia festival memfasilitasi transaksi antara pembeli dan seniman secara langsung. Hal ini memberikan ruang interaksi yang lebih personal antara pengunjung dan para pelukis.
Selain pameran seni lukis, festival ini juga dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan seni lainnya seperti teater, perkusi, monolog, pemutaran film, performing art, workshop kaligrafi, dan bedah buku. Acara ini menghadirkan tokoh seni, di antaranya seniman sekaligus penulis Pidi Baiq, Kiai Cepu, serta Kaprodi Kriya Tekstil dan Fashion UM Bandung, Ken Atik.
Yang tidak kalah menarik perhatian pengunjung adalah karya lukisan yang menggambarkan sosok Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dan Rektor Universitas Muhammadiyah Bandung Herry Suhardiyanto. Lukisan ini menjadi daya tarik tersendiri di tengah deretan karya lainnya.***(Gina/Abdul)
