Peran Guru di Amal Usaha Muhammadiyah

Publish

13 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
102
Foto Ilustrasi Forum Guru Muhammadiyah

Foto Ilustrasi Forum Guru Muhammadiyah

Peran Guru di Amal Usaha Muhammadiyah: Dari Pendakwah hingga Pemimpin Jamaah

Oleh: Dr. Hasbullah, M.Pd.I, Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PNF PWM Lampung, Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), seperti sekolah, madrasah, atau perguruan tinggi Muhammadiyah, guru memegang peran strategis sebagai agen transformasi. Bukan sekadar penyampai pelajaran, guru harus menjadi teladan hidup yang mengintegrasikan dakwah, pendidikan, keteladanan, penggerakan, dan kepemimpinan. Garis besar peran ini adalah guru itu pendakwah, pendidik, memeberikan keteladanan, penggerak dan menjadi pemimpin jamaah. Berangkat dari peran inilah guru itu mencerminkan hirarki perkembangan yang holistik, sesuai dengan prinsip Muhammadiyah yang menekankan tajdid (pembaruan) dan amar ma'ruf nahi munkar. Berikut penjelasan mendalam mengenai setiap tahap.

Pertama, guru Muhammadiyah itu sebagai pendakwah. Guru Muhammadiyah memiliki peran untuk menyemai Keimanan sebagai fondasi utama kehidupan. Guru di AUM dimulai perannya sebagai pendakwah, yaitu penyiar ajaran Islam yang membangun keimanan (iman) siswa. Seperti yang diajarkan K.H. Ahmad Dahlan, pendakwah harus menyampaikan tauhid, akidah, dan syariah dengan lembut dan relevan dengan konteks modern. Guru bukan hanya mengajar fiqih atau akhlak, tapi juga mengajak siswa merasakan kebesaran Allah melalui diskusi, kisah nabi, atau refleksi ayat Al-Qur'an. Tanpa fondasi ini, pendidikan hanya menjadi rutinitas kosong. Contohnya, guru dapat memulai kelas dengan tadarus singkat atau sharing pengalaman ibadah, sehingga siswa tumbuh sebagai mukmin yang sadar.

Guru AUM memulai sebagai pendakwah yang menyampaikan ajaran Islam dengan lemah lembut, sebagaimana QS. An-Nahl ayat 125 yang memerintahkan dakwah bil hikmah, mau'idzah hasanah, dan mujadalah billati hiya ahsan. K.H. Ahmad Dahlan mencontohkan ini dengan menerjemahkan pesan Al-Qur'an menjadi amal nyata bagi kaum lemah, berdasarkan QS. Al-Ma'un. Pendakwah guru membangun keimanan siswa melalui tadarus dan refleksi, sehingga dakwah menjadi fondasi transformasi.

Kedua, guru Muhammadiyah itu sebagai Pendidik. Guru Muhammadiyah mendidik  untuk mengasah Ilmu dan Keterampilan. Setelah keimanan tertanam, guru bertransformasi menjadi pendidik murni yang mengembangkan potensi intelektual dan kemanusiaan siswa. Di AUM, ini berarti mengintegrasikan ilmu umum (sains, matematika) dengan ilmu agama, sesuai silabus Muhammadiyah yang holistik. Guru menggunakan metode aktif seperti diskusi kelompok atau proyek berbasis masalah, agar siswa tidak hanya hafal, tapi paham dan aplikatif. Prinsip ini selaras dengan QS. Al-Alaq ayat 1-5, yang memerintahkan membaca dan mengajar. Guru yang baik menyesuaikan pendekatan dengan karakter siswa Indonesia, misalnya dengan cerita lokal atau teknologi digital untuk generasi Z.

Selain itu ayat tersebut juga menyampaikan pesan bahwa guru sebagai pendidik harus memiliki kemampuan mengintegrasikan ilmu agama dan umum, mengkaji alam, dan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. K.H. Ahmad Dahlan dalam nasehatnya "Jadilah guru sekaligus murid," agar pendidik terus membuka diri terhadap pengetahuan baru. Pendekatan ini menjadikan siswa aplikatif dan relevan dengan konteks modern Indonesia

Ketiga, guru Muhammadiyah itu memberikan keladanan. Bagi guru Muhammadiyah hidup yang baik itu menginspirasi perubahan.  Sebagai teladan, guru menjadi cermin perilaku yang nyata bagi siswa. Kata pepatah Muhammadiyah, "Guru adalah Al-Qur'an berjalan." Guru harus menunjukkan integritas dalam kejujuran, disiplin, dan kemanusiaan universal bukan hanya di kelas, tapi di luar, seperti menolong tetangga atau menjaga lingkungan. Keteladanan ini membangun karakter (akhlak mulia), di mana siswa meniru bukan karena paksaan, tapi kekaguman. Di AUM, guru teladan seperti itu memperkuat identitas Muhammadiyah sebagai gerakan beramal yang autentik.

Sebagai teladan, guru AUM menunjukkan akhlak mulia secara nyata, sebagaimana QS. Al-Ahzab ayat 21 memerintahkan meneladani Rasulullah sebagai uswatun hasanah bagi orang mukmin. K.H. Ahmad Dahlan menyatakan, "Teladan yang baik adalah khotbah yang jitu," di mana ia sendiri terjun membantu orang miskin dan sakit sebagai contoh hidup. Keteladanan ini membentuk karakter siswa melalui contoh langsung, bukan sekadar kata-kata, memperkuat identitas Muhammadiyah.

Keempat, guru Muhammadiyah itu Penggerak. Guru Muhammadiyah berjalan mengaktifkan potensi komunal. Guru selanjutnya menjadi penggerak, yang memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan organisasi. Di Muhammadiyah, ini berarti melibatkan siswa dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Hizbul Wathan, Tapak Suci Putera Muhammadiyah atau program bakti sosial dan kemanusiaan seperti 'Amal Saleh. Guru mendorong inisiatif, seperti kampanye lingkungan atau penggalangan dana untuk korban bencana, sehingga siswa belajar kepemimpinan dari bawah. Penggerakan ini mengubah siswa dari penerima menjadi pelaku perubahan, sesuai visi Muhammadiyah membangun masyarakat madani.

Guru sebagai penggerak memotivasi siswa berpartisipasi dalam gerakan dakwah Muhammadiyah, selaras dengan QS. Ali Imran: 104 yang memerintahkan amar ma'ruf nahi munkar. K.H. Ahmad Dahlan mengajak muridnya hidupkan Muhammadiyah: "Jangan mencari hidup di Muhammadiyah, tetapi hidup-hidupkanlah Muhammadiyah," melalui bakti sosial dan perkaderan. Ini mengubah siswa menjadi pelaku perubahan masyarakat madani.

Kelima, guru Muhammadiyah itu pemimpin jamaah. Guru Muhammadiyah bukan hanya sekedar mengajar namun juga harus mampu memimpin dengan visioner dan berjamaah. Puncak peran guru adalah pemimpin jamaah, yang membimbing komunitas sekolah sebagai ukhuwah Islamiyah. Sebagai contoh guru memimpin rapat musyawarah kurikulum, atau program perkaderan Muhammadiyah dengan prinsip syura (musyawarah) dan adil. Seperti pemimpin Muhammadiyah, ia visioner merencanakan AUM berkelanjutan, kolaborasi dengan pemerintah, dan ekspansi dakwah. 

Guru menjadi pemimpin jamaah dengan prinsip syura, seperti QS. Al-Hujurat ayat 13 yang menekankan ukhuwah dari keberagaman. K.H. Ahmad Dahlan membangun peradaban melalui pendidikan sebagai jantung perubahan, meneladani semangatnya berarti memimpin AUM secara berkelanjutan. Kepemimpinan ini menjadikan AUM sebagai laboratorium umat, menghasilkan generasi pemimpin yang siap membangun Indonesia berbasis Islam rahmatan lil alamin.

Dengan mengikuti hirarki ini, guru AUM tidak hanya mendidik individu, tapi membentuk jamaah Muhammadiyah yang tangguh. Implementasi garis besar ini memerlukan pelatihan berkelanjutan, seperti workshop perkaderan, agar guru tetap relevan di era digital hari ini. Peneguhan peran ini sekaligus menjadi wujud nyata komitmen Muhammadiyah dalam mencetak guru berkemajuan yang berjiwa dakwah, profesional dalam pendidikan, kuat dalam keteladanan, aktif menggerakkan amal, dan siap memimpin jamaah di tengah dinamika zaman.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Kalimatunsawa’ IMM Jawa Tengah Oleh: Izzul Khaq, PC IMM Sukoharjo Setelah membaca tiga tulis....

Suara Muhammadiyah

16 April 2024

Wawasan

Oleh: Prof Dr Abdul Mu’ti, MEd Transformasi nilai ibadah qurban merupakan bagian dari upaya u....

Suara Muhammadiyah

15 May 2025

Wawasan

Keutamaan dan Etika Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Oleh: Tito Yuwono, Ph.D, Dosen Teknik Elektro UI....

Suara Muhammadiyah

4 May 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Pada bulan Ramadhan, ada shalat....

Suara Muhammadiyah

13 March 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Mari kita telaah lebih dalam se....

Suara Muhammadiyah

5 May 2025