Oleh: Muhammad Isa Anshori, MPd, Peneliti di Pegiat Pendidikan Indonesia, serta aktif pada Development Program Akademia Intelektual bangsa dan Institut Berdaya Bersama
Pergeseran paradigma pembelajaran di Indonesia terus bergerak ke arah positif mengikuti perkembangan zaman. Jika dulu guru masih setia dengan kapur dan papan tulis hitam sebagai alat utama, kini kelas perlahan berubah menjadi ruang digital. Layar, aplikasi, dan koneksi internet hadir menggantikan sebagian peran alat konvensional. Digitalisasi pembelajaran bukan lagi sekadar wacana, melainkan kebutuhan vital yang tidak bisa ditunda di tengah perkembangan teknologi dan tuntutan global.
Namun, perlu dipahami bahwa di sebagian wilayah, alat pembelajaran konvensional masih digunakan karena keterbatasan akses. Hal ini menjadi catatan evaluasi yang terus diupayakan agar akses pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh siswa di Indonesia.
Digitalisasi pendidikan belakangan menjadi topik hangat. Apalagi, kebijakan penggunaan teknologi digital dalam sektor pendidikan menambah riuhnya perbincangan publik. Beberapa bulan terakhir, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan kebijakan pengadaan interactive flat panel (IFP), sebuah layar pintar yang digunakan sebagai alat bantu pembelajaran. Kehadiran IFP diharapkan mampu memberikan pengalaman belajar baru yang lebih menarik bagi siswa.
Langkah ini tidak muncul begitu saja, melainkan melalui proses perencanaan panjang serta arahan langsung dari Presiden. Instruksi tersebut lahir dari keprihatinan terhadap masih timpangnya pemerataan pendidikan di Indonesia. Kekurangan guru di sejumlah daerah serta akses sekolah yang jauh dari pusat perkotaan menambah tantangan yang dihadapi. IFP hadir sebagai jawaban atas persoalan tersebut sekaligus menjadi sarana pembelajaran yang menyenangkan, terutama bagi anak-anak di satuan PAUD dan Sekolah Dasar.
Dengan kata lain, IFP bukan sekadar perangkat digital, melainkan jembatan untuk menghadirkan akses pendidikan yang lebih setara. Perangkat ini dapat menampilkan materi edukatif, menghubungkan guru dengan murid melalui jaringan, serta membuka kesempatan bagi sekolah di pelosok untuk menikmati kualitas pembelajaran setara dengan sekolah di perkotaan.
Kebijakan mengenai distribusi IFP berlaku untuk semua sekolah, baik negeri maupun swasta. Meski begitu, sempat muncul perbincangan tentang sekolah yang dianggap mampu tetapi tetap menerima IFP. Menanggapi hal itu, Mendikdasmen Abdul Mu’ti menegaskan bahwa distribusi dilakukan kepada seluruh sekolah, kecuali yang menolak karena sudah memiliki perangkat serupa. Fokus utama program ini adalah sekolah-sekolah yang memang membutuhkan, khususnya di daerah pelosok yang memerlukan pendampingan khusus dalam pengembangan pembelajaran. Dengan demikian, upaya kementerian dalam meningkatkan kualitas pendidikan tetap menjadi prioritas utama.
Digitalisasi: Manfaat Nyata bagi Guru dan Murid
Hadirnya digitalisasi dalam pendidikan memberikan manfaat nyata bagi guru maupun siswa. Guru memperoleh pengalaman baru dalam menyampaikan pembelajaran di kelas, sementara siswa mendapatkan kesempatan untuk merasakan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan menyenangkan.
Digitalisasi memungkinkan guru dan siswa mengeksplorasi materi di luar yang tersedia dalam buku teks. Hal ini membuat pembelajaran lebih menarik karena menghadirkan banyak perspektif baru sekaligus meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar.
Kehadiran IFP juga membantah anggapan sebagian masyarakat yang menilai program ini hanya sekadar menghabiskan anggaran. Sebaliknya, perangkat ini membuktikan komitmen pemerintah dalam mewujudkan digitalisasi pendidikan. IFP membantu menjadikan kelas bukan hanya tempat menerima pengetahuan, tetapi juga ruang eksplorasi yang kreatif.
Meski demikian, peluang besar ini juga menyisakan sejumlah tantangan. Akses internet dan listrik di beberapa wilayah masih menjadi persoalan klasik. Tanpa infrastruktur dasar yang memadai, distribusi perangkat digital tidak akan berjalan maksimal.
Selain itu, kesiapan sumber daya manusia, khususnya guru, juga menjadi pekerjaan rumah yang tidak ringan. Tidak semua pendidik merasa nyaman dengan perangkat digital. Proses adaptasi membutuhkan waktu, kesabaran, serta dukungan pelatihan berkelanjutan. Jika tidak diantisipasi, justru dapat menimbulkan kesenjangan digital antara sekolah yang memiliki fasilitas memadai dengan yang masih terbatas.
Menuju Masa Depan Pendidikan
Transformasi digital pendidikan adalah perjalanan panjang yang tidak bisa selesai dalam sekejap. Namun, langkah distribusi IFP menunjukkan arah yang jelas: Indonesia tengah berusaha meninggalkan era kapur menuju era cloud.
IFP hanyalah satu contoh inovasi, tetapi merepresentasikan tekad menghadirkan pendidikan yang inklusif, kreatif, dan berdaya saing global. Lebih dari itu, digitalisasi pendidikan harus dipahami bukan sebagai tren sesaat, melainkan investasi jangka panjang bagi generasi masa depan bangsa.
Jika dahulu kelas identik dengan papan tulis dan kapur putih, kini layar interaktif membuka peluang tanpa batas. Dari kapur ke cloud, dari lokal ke global, pendidikan Indonesia sedang menapaki jalan baru menuju masa depan.