Mewaspadai Akar Kesombongan

Publish

13 May 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
53
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta.

Dalam khazanah budaya Jawa, terdapat ungkapan klasik yang sangat kaya makna yaitu Adigang, Adigung, Adiguna. Meski bersumber dari nilai-nilai lokal, ungkapan ini sarat dengan pelajaran moral yang sejalan dengan ajaran Islam. Ungkapan ini mengandung peringatan halus terhadap sikap-sikap kesombongan yang tumbuh dari tiga sumber utama: kekuatan, keturunan, dan kecerdasan.

Adigang berarti menyombongkan diri karena kekuatan. Baik kekuatan fisik, kekuasaan, maupun pengaruh. Seseorang yang adigang merasa bahwa dengan kekuasaan yang dimilikinya, ia berhak memaksakan kehendak dan memandang rendah orang lain. Dalam Islam, ini adalah bentuk kesombongan yang sangat dibenci. Allah SwT berfirman;

"Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan sampai setinggi gunung." (Al-Isra’ [17]: 37).

Adigung mengacu pada sikap sombong karena merasa memiliki derajat yang lebih tinggi, baik karena keturunan bangsawan, status sosial, atau kekayaan. Orang seperti ini kerap merasa bahwa dirinya lebih mulia dibandingkan yang lain. Padahal, Islam menegaskan bahwa kemuliaan hanya ditentukan oleh ketakwaan. 

"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa." (Al-Hujurat [49]: 13)

Adiguna adalah kesombongan karena kepandaian atau kecerdasan. Orang yang adiguna seringkali merasa paling tahu, paling benar, dan sulit menerima masukan. Dalam Islam, ilmu seharusnya membuat seseorang semakin rendah hati, bukan tinggi hati. Rasulullah SaW bersabda, 

"Barang siapa yang bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya, maka tidak bertambah kepada Allah kecuali semakin jauh." (HR. Dailami).

Ketiga bentuk kesombongan ini bila tidak dikendalikan, dapat merusak tatanan masyarakat dan menjatuhkan derajat manusia di hadapan Allah SwT. Sejarah banyak mencatat tokoh-tokoh yang hancur karena ketiga hal ini. Fir'aun sombong karena kekuasaannya (adigang), Qarun sombong karena hartanya (adigung), dan Haman sombong karena kepandaiannya (adiguna).

Sebaliknya, Islam justru mengajarkan umatnya untuk menjadi hamba yang tawadhu’ atau rendah hati. Rasulullah Saw, meskipun memiliki kedudukan tertinggi sebagai Nabi, tetap hidup sederhana dan tidak pernah menyombongkan diri. Beliau bersabda,

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang menyombongkan diri terhadap yang lain." (HR. Muslim).

Sahabat-sahabat Nabi SaW juga menunjukkan teladan dalam menjauhi kesombongan. Umar bin Khattab RA, yang dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan berwibawa, tetap hidup dalam kesederhanaan dan selalu merasa takut jika amalnya tidak diterima Allah. Beliau bahkan berkata, "Andai ada seruan dari langit bahwa semua manusia masuk surga kecuali satu orang, aku khawatir akulah orang itu." Inilah kerendahan hati sejati.

Kesombongan dalam bentuk adigang, adigung, adiguna sering muncul secara halus, bahkan dalam aktivitas keagamaan. Seorang da’i bisa merasa paling benar, pengurus masjid bisa merasa paling berjasa, atau seorang guru agama merasa paling tahu. Jika tidak berhati-hati, amal shalih pun bisa ternoda oleh perasaan ingin diakui dan dihormati.

"Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya." (Al-Kahfi [18]: 110).

Rasulullah SaW bersabda:

“Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seorang yang mati syahid, seorang yang berilmu dan mengajarkannya, serta seorang yang bersedekah. Namun Allah berfirman kepada mereka: 'Kamu melakukan itu agar disebut sebagai pemberani, sebagai orang alim, dan sebagai dermawan.' Maka dikatakan kepada malaikat: 'Ambillah dan seret mereka ke neraka.'” (HR. Muslim).

Padahal, keikhlasan adalah inti dari amal yang diterima Allah SwT. Dalam surat Al-Bayyinah ayat 5 disebutkan: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya..." Kemurnian hati inilah yang membedakan antara ibadah yang diterima dan yang tertolak karena niat yang salah.

Ungkapan Jawa ini mengandung nasihat moral agar manusia sadar diri, tidak larut dalam kelebihan-kelebihan yang semu. Kekuasaan bisa hilang, kekayaan bisa lenyap, dan kepintaran bisa redup. Maka jangan jadikan itu sebagai sumber kesombongan. Sebaliknya, jadikan sebagai sarana untuk bersyukur dan melayani sesama.

"Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur. Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri." (An-Naml [27]: 40).

Ayat di atas berkaitan dengan kisah Nabi Sulaiman, seorang raja yang bijaksana. Bagi Nabi Sulaiman kekuasaan hanyalah amanah dan ujian, bukan sesuatu yang patut dibanggakan secara pribadi. Melalui ayat ini pula Beliau memberikan keteladanan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang, seharusnya semakin dalam rasa syukurnya dan semakin kuat ketundukannya kepada Tuhan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering diuji dengan kesempatan untuk menonjolkan diri. Namun, orang yang benar-benar mulia adalah yang tetap rendah hati meski punya banyak kelebihan. Seperti tanah yang subur, semakin ia bisa menumbuhkan, semakin ia merendah.

Mari kita jadikan ungkapan adigang, adigung, adiguna sebagai pengingat diri. Kita harus terus berlatih untuk menahan diri dari perasaan ingin lebih tinggi dari yang lain. Latihan ini tidak mudah, tapi sangat penting agar hati kita tetap bersih, amal kita tetap lurus, dan relasi sosial kita tetap harmonis.

Akhirnya, marilah kita menundukkan hati kepada Allah SwT, memohon perlindungan dari penyakit kesombongan, dan berdoa agar kita selalu diberi kekuatan untuk memelihara keikhlasan dan ketawadhu’an dalam setiap langkah hidup. Sebab sesungguhnya, hanya hamba yang merendah di dunia, yang akan ditinggikan derajatnya oleh Allah di akhirat kelak.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh : M. Rendi Nanda Saputra, Sekretaris Umum PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta Ulasan ini adal....

Suara Muhammadiyah

11 February 2025

Wawasan

Oleh: Dartim Ibnu Rushd  Bulan ramadhan telah datang di tengah-tengah kita. Di bulan ramadhan ....

Suara Muhammadiyah

23 March 2024

Wawasan

Menara Gading yang Terlalu Tinggi Ketika Intelektual Menjauh dari Rakyat Oleh: Figur Ahmad Brillian....

Suara Muhammadiyah

30 April 2025

Wawasan

Ramadhan sebagai  Sekolah Prososial Oleh: Gufron Amirullah, Dosen Uhamka/ Tenaga Ahli Wak....

Suara Muhammadiyah

27 March 2025

Wawasan

Oleh: Bahrus Surur-Iyunk Jika Anda orang Sumenep dan Pamekasan atau pernah jalan-jalan ke kota Sume....

Suara Muhammadiyah

18 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah