Kesadaran yang Terbelah: Muhasabah atas Disonansi Kognitif

Publish

18 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
96
Sumber Foto: Gemini Ai

Sumber Foto: Gemini Ai

Kesadaran yang Terbelah: Muhasabah atas Disonansi Kognitif
Oleh: Ratna Arunika-Mahasiswa Neuropsikologi, Anggota PWA JATIM

“Pernahkah anda merasa ada pertentangan dalam hati, seperti tahu sesuatu salah tapi tetap melakukannya ? Itulah cognitive dissonance—dan muhasabah bisa menjadi kunci untuk mengatasinya.”

Cognitive dissonance (disonansi kognitif) adalah keadaan psikologis di mana individu merasa tegang karena adanya inkonsistensi antara elemen kognitif mereka, seperti keyakinan dan tindakan. Ini mendorong orang untuk mengurangi ketegangan tersebut melalui perubahan pikiran, perilaku, atau rasionalisasi. Konsep ini dikemukakan oleh Leon Festinger melalui bukunya A Theory of Cognitive Dissonance 1957, berdasarkan pengamatannya terhadap perilaku manusia dalam kelompok sosial. 

Festinger, seorang psikolog Amerika 1919-1989, mengembangkan teori ini dari studi-studi eksperimen pada tahun 1950-an. Teori ini memiliki aplikasi luas dalam psikologi, etika, dan sosial, membantu memahami bagaimana orang mengelola konflik internal di era modern. Mekanisme dasar cognitive dissonance ini melibatkan  tiga tahap utama : pengenalan konflik (dissonansi), ketidaknyamanan emosional, dan upaya reduksi melalui rasionalisasi atau perubahan.

Kita sudah sangat paham bahwa olah raga adalah baik untuk menjaga kesehatan, tapi kita sering mengabaikannya, dan Al Quran juga menegaskan seorang muslim dianjurkan untuk merawat kesehatan  diri dengan baik seperti yang dijelaskan dalam QS 2:195 “ Dan infakanlah hartamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri dan berbuat baiklah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” 

Namun beragam alasan pembenar sering kita munculkan, “Saya sudah cukup aktif kok, tiap hari jalan di kantor, lagian saya sudah capek kerja seharian kenapa harus ditambah lagi dengan capek-capek berolahraga?”  Atau merasa sudah menjaga pola makan sehat, jadi nggak perlu olahraga. Inilah wajah disonansi kognitif dalam kehidupan sehari-hari.

Diera dunia digital seperti sekarang, kita sering mengikuti akun atau berita yang selaras dengan pandangan politik, keyakinan dan madzhab yang kita anut, sehingga sering mengabaikan fakta yang bertentangan. Misalnya ketika seseorang condong pada partai politik tertentu mungkin mengalami dissonansi  ketika melihat data yang menunjukan kelemahan partai politik tersebut, lalu merasionalisasi dengan berkata, “itu ulah buzzer.” Ini memperkuat echo chamber di media sosial , yang semakin umum dikehidupan modern.

Disonansi kognitif juga sering terjadi pada perilaku konsumsi dan belanja. Maraknya shoping online, beragam produk dan kemudahan belanja  yang ditawarkan sering membuat tergoda untuk berbelanja online meskipun tahu barang yang dibeli bukanlah barang yang betul-betul dibutuhkan tapi hanya sekedar memuaskan keinginan, “mumpung lagi big sale, kapan lagi ada kesempatan seperti ini.” “Aduh barangnya bagus banget ! limited edition lagi.” Beragam alasan dijadikan pembenar untuk berlaku impulsive dalam berbelanja.

Di dalam Al-Quran dan hadis, banyak anjuran agar seorang muslim mengatur pengeluaran, menghindari pemborosan, dan menggunakan rejeki dengan bijak. Disonansi kognitif muncul dari konflik antar “nilai hidup hemat” dan perilaku hidup boros yang bisa menyebabkan hutang konsumtif, kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok, dan menurunnya kemampuan menabung atau investasi. Perilaku impulsif ini bisa menimbulkan konflik dalam keluarga atau pasangan. Dalam Islam, hidup hemat dan proposional (washatiyah) adalah nilai utama.

Isu tentang perubahan iklim sangat sering kita dengar dari banyak media, tapi tetap menggunakan mobil pribadi daripada transportasi umum, kemudian merasionalisasi dengan, “saya sudah recycle botol, jadi kontribusi saya sudah cukup.” Ini semakin relevan di era kesadaran lingkungan, dimana disonansi muncul dari konflik antara nilai”peduli bumi” dan perilaku sehari-hari. Manusia sebagai khalifah fil ardh memegang amanah untuk menjaga, mengelola dan memelihara keberlanjutan ciptaan Nya  dengan akal dan nurani. Seperrti yang difirmankan Allah dalam Al-Quran :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.”
QS. Al Baqarah (2):130

Dari beberapa contoh tersebut menunjukan bahwa disonansi kognitif adalah bagian dari normal kehidupan, tapi jika tidak diatasi, bisa memperburuk keadaan. Kognitif disonansi menghalangi seseorang melihat kebenaran. Ketidaknyamanan secara psikologis membuat otak secara alami mencari cara untuk menyelaraskan elemen-elemen yang bertentangan. Secara keseluruhan, disonansi kognitif adalah mekanisme alami yang mempengaruhi keputusan sehari-hari.

Perubahan sikap dalam disonansi kognitif membantu mencapai keseimbangan mental dan perilaku hidup yang lebih sehat. Semisal mengenali disonansi antara kesehatan dan kemalasan, lalu ubah sikap dengan memulai rutinitas sederhana untuk mencapai keselarasan. Pada contoh kasus  perilaku belanja impulsif, bisa dilakukan dengan mengevaluasi nilai “hidup hemat” vs. tindakan boros, lalu terapkan aturan seperti batas belanja untuk mengurangi konflik internal.

Konsep disonansi kognitif dan muhasabah memiliki hubunga erat dimana muhasabah dapat berfungsi sebagai mekanisme coping islami yang efektif untuk mengatasi masalah disonansi kognitif. 

Muhasabah atau intropeksi diri adalah kunci kesadaran, proses mengevaluasi perbuatan masa lampau untuk perbaikan di kemudian hari. Perintah muhasabah ini sesungguhnya tersurat dalam Al-Quran, surah Al -Hasr (59:18) 

آ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaknya setiap jiwa memperhatikan sesuatu yang telah lampau menuju hari esok (hari akhir). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetehaui segala yang kalian lakukan” (QS. al-Hasyr: 18).

Ayat tersebut bisa menjadi refleksi untuk mengatasi disonansi kognitif. Muhasabah sebagai pembersih hati, sama seperti terapi psikologis membantu mengidentifikasikan konflik internal dan mencari solusi berdasarkan ajaran nabi. Muhasabah dalam mengatasi disonansi kognitif sangat relevan ketika dikaitkan dengan hadits yang diambil dari riwayat Abu Hurairah, yang dicatat dalam Sahih Muslim (kitab Az-zuhd) dimana Rasulullah SAW bersabda:  “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berbuat baik dan bermanfaat, dan membenci orang yang malas.”

Muhasabah merupakan sifat hamba Allah yang bertaqwa, selalu mawas diri agak tidak tergelincir dan terjatuh dalam futur (lemah semangat untuk melakukan amal shalih) mwmbantu seseorang untuk menghadapi berbagai rintangan dalam memperbaiki diri. Maimun bin Mahran Rahimahullah berkata : 

لَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يَكُوْنَ لِنَفْسِهِ أَشَدُّ مُحَاسَبَةً مِنَ الشَّرِيْكِ الشَّحِيْحِ لِشَرِيْكِهِ

“Tidaklah seorang hamba menjadi bertaqwa sampai dia melakukan muhasabah atas dirinya lebih keras daripada seorang teman kerja yang pelit yang membuat perhitungan dengan temannya”.

Dengan muhasabah memotivasi individu untuk mengurangi ketidak nyamanan tersebut. Muhasabah mengarahkan penyelesaian disonansi kognitif ke jalur yang konstruktif dan islami. Seperti hati yang terbelah antara nafsu dan iman, disonansi kognitif membuat kita merasa tidak nyaman saat tindakan bertentangan dengan keyakinan. Dengan muhasabah, tidak hanya mengatasi disonansi tapi juga memperkuat iman, seperti air yang membersihkan kotoran jiwa. 

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ 

“Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.”

Apakah anda sudah siap memulai muhasabah hari ini untuk mengalahkan ketidakkonsistenan ? 

 

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Jelang Munas Satu Abad: Mengapa Majelis Tarjih Mundur? (4)  Oleh: Mu’arif Kelahiran Maj....

Suara Muhammadiyah

24 January 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Pencapaian ilmiah mengalami lonjakan dahsyat di masa pemerintahan khalifah Al M....

Suara Muhammadiyah

26 September 2023

Wawasan

Keunggulan Membuat Amal Usaha Persyarikatan Bertahan dan Berkembang  Oleh Amidi, Dosen Fakulta....

Suara Muhammadiyah

22 May 2024

Wawasan

Musim Pilkada, Musim Menabur Uang? Oleh: Immawan Wahyudi, Immawan Wahyudi Dosen Fakultas Hukum....

Suara Muhammadiyah

13 October 2024

Wawasan

Oleh: Yazida Ichsan, Majelis Tabligh PWM DIY dan Dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam UAD Yogy....

Suara Muhammadiyah

6 May 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah