Pendidikan Sepanjang Hayat Dimulai dari Sebuah Iqra
Oleh Noval Sahnitri, Mahasiswa Magister Pendidikan Agama Islam UM Metro, Sekretaris Pustakaloka Cendekia Lampung Timur
Pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat mendasar bagi seluruh orang di penjuru negeri, meskipun ada diantara mereka menganggap pendidikan itu tidak penting. Ada pula yang mengatakan bahwa pendidikan menjadi salah satu terobosan untuk bisa segera bekerja. Mungkin, ada diantara kita yang terkendala karena secara ekonomi cukup sulit.
Badan Pusat Statistik (BPS) mempublikasikan data terbaru mengenai Angka Partisipasi Sekolah (APS) Indonesia pada tahun 2023. APS di kelompok umur 7-12 tahun mencapai 99,16%, Sedangkan, APS pada kelompok umur 13-15 tahun berada di angka 96,1%, kelompok umur 16-18 tahun mencapai 73,42%, dan kelompok umur 19-23 tahun mencapai 28,96%. Berdasarkan data ini, terlihat bahwa semakin tua usia anak-anak Indonesia, semakin rendah tingkat APS. Artinya, semakin sedikit anak-anak Indonesia yang masih bersekolah, terutama pada kelompok usia 19-23 tahun.
Sebenarnya kalau berbicara pendidikan tidak harus ditempuh secara formal, meskipun kelemahannya adalah lemah secara administratif untuk urusan apapun khususnya dalam pekerjaan. Mau sekolah atau kuliah, tentu ini menjadi pilihan setiap orang. Namun dalam hal ini dalam berkehidupan kita harus sadar bahwa namanya belajar tidak terbatas oleh ruang dan waktu, hal ini biasa disebut dengan pendidikan sepanjang hayat.
Menurut Abd. Hamid Isa dan Yakob Napu, Pendidikan sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang dilakukan oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan sepanjang hayat merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi seharusnya. Karena sejatinya pendidikan sepanjang hayat bisa dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun.
Hal ini juga selaras dalam agama islam, ternyata pendidikan sepanjang hayat bukanlah konsep atau ide yang baru. Di abad ke-14 tepatnya pada zaman Nabi Muhammad SAW, telah riwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya: Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Saw, beliau bersabda ”Tuntutlah ilmu oleh kalian mulai dari buaian hingga liang lahat”. (H.R. Muslim).
Dalam hal ini, pendidikan sepanjang hayat harus dimulai dari iqra, dalam bahasa indonesia bacalah. Dalam ajaran islam membaca sudah menjadi keharusan, mengingat firman Allah Swt yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah surat Al Alaq Ayat 1.
اِقْرَأْ بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.”
Menurut penafsiran M. Quraish Shihab, kata Iqra pada awalnya berarti membaca atau menghimpun. Pelaksanaan perintah tersebut tidak terbatas pada membaca teks tertulis, melainkan mencakup berbagai hal yang dapat diamati dan dipelajari dari kehidupan.
Kalau kita lihat penafsiran tersebut berarti membaca senafas dalam konteks pendidikan sepanjang hayat. Berikut beberapa pendidikan sepanjang hayat dalam konteks iqro.
Pertama, iqra (bacalah) buku dan lain sebagainya.
Kita sudah saling paham dan mendengar bahwa dengan bahwa buku adalah jendela dunia. Namun yang menjadi persoalan adalah kita belum siap membaca buku. Sempatkan saja minimal 5 menit dalam sehari, jadikanlah rutinitas biasa. Boleh baca jurnal, artikel atau bahan bacaan yang Anda sukai.
Kedua, iqra (bacalah) orang-orang disekitarmu.
Orang-orang disekitar kita baik yang berbuat baik maupun buruk kepada kita bahkan orang yang berbuat sesuatu tapi tidak terhadap kita. Pasti ada value yang bisa kita untuk dijadikan sebuah pelajaran. Mau sesakit apapun orang yang menyakiti kita, apabila kita berpikir dengan tenang dan menerimanya pasti akan ada hal baik setelah hal itu terjadi. Apalagi jika orang berbuat baik kepada kita, sudah sangat jelas ada hal yang bisa kita petik. Segala aktivitas orang-orang disekitar, jika kita perhatikan secara baik-baik. Yakinlah bahwa akan banyak yang bisa kita jadikan pelajaran hidup.
Ketiga, iqra (bacalah) peristiwa dalam hidup.
Segala peristiwa yang menimpa kepada kita, jatuh sakit, kecelakaan, mengalami kerugian dalam berbisnis, gagal panen dan lain sebagainya. Kita harus bisa membacanya dengan baik, awalnya kita berkeluh kesah atas musibah yang menimpa, namun perlu kita ingat pasti ada pesan baik yang dapat kita pelajari. Maka cobalah untuk belajar menyikapi segala persoalan hidup dengan sabar dan tenang. Ketika mendapati peristiwa yang membahagiakan kepada kita, hal ini juga perlu kita baca, supaya kita bisa memahami dan mengingat kembali hal-hal baik apa yang sudah menimpa kepada diri kita.
Keempat, iqra (bacalah) alam semesta.
Alam semesta merupakan sesuatu yang sudah jelas di depan mata kita. Tanah, hujan, angin, batu, sinar matahari, tumbuhan dan lain sebagainya. Coba kita simak dengan membaca, mengamati akan banyak hal yang akan diketahui. Satu hal contoh saja sinar matahari, memiliki dampak yang luar biasa kepada bumi, bayangkan apabila sinar matahari tidak ada, akan banyak yang kebingungan tanpanya. Ini baru matahari, cobalah membaca yang lainnya.
Dengan demikian keempat hal dimensi iqra tersebut bisa kita lakukan sebagai awal untuk melakukan pendidikan sepanjang. Maka pendidikan sepanjang hayat merupakan kesadaran bahwa proses belajar tidak boleh berhenti. Mau kita lulusan, SD, SMP, SMA ataupun sudah bergelar Doctor sekalipun. Mari kita refleksi bersama-sama bahwa belajar tidak mengenal aturan secara adminstratif dan usia. Namun, sejatinya proses belajar tetap bisa dapat berlanjut diluar sistem formal bisa melalui pengalaman hidup, interaksi sosial dan pengamatan terhadap alam semesta.
Melalui dimensi 4 iqra diatas, kita sebagai manusia didorong untuk terus berpikir, merenung dan memperbaiki diri. Dengan membaca secara mendalam, seseorang tidak hanya sekadar menambah pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan kebijaksanaan dalam bersikap di kehidupan sehari-hari.