Refleksi Peringatan Sumpah Pemuda 2025
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Bulan Oktober bagi bangsa Indonesia mempunyai arti sejarah yang sangat penting. Sekurang-kurangnya ada tiga peristiwa sejarah yang harus senantiasa kita ingat, yaitu (1) Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, (2) pembentukan Tentara Nasional Indonesia, 5 Oktober 1945, dan (3) Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 1965.
Uraian di dalam refleksi ini berfokus pada isi pidato Menteri Pemuda dan Olahraga pada peringatan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2025 dikaitkan dengan sikap, tindakan, dan gerakan pemuda lintas waktu.
Pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai daerah melepas dengan ikhlas kepentingan pribadi, golongan, dan daerah dengan mengikrarkan Sumpah Pemuda:
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Para pemuda sadar bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia harus diperjuangkan. Untuk itu, diperlukan persatuan seluruh bangsa Indonesia. Persatuan seluruh bangsa Indonesia harus diperjuangkan.
Karena berasal dari berbagai daerah dan berlatar bekakang bahasa yang sangat beragam, mereka menyadari perlunya bahasa yang efektif untuk berkomunikasi. Berkenaan dengan itu, kesadarannya menguat bahwa bahasa Indonesia yang telah tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia sangat tepat jika diutamakan sebagai alat komunikasi.
Tema Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2025
Tema peringatan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2025 adalah ”Pemuda Pemudi Bergerak, Indonensia Bersatu.”
Pada peringatan tersebut Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Erick Thohir, menyampaikan pidato yang sangat padat. Beliau menyatakan, antara lain, bahwa pada saat ini tantangan bangsa Indonesia tidak lagi mengangkat bambu runcing, tetapi mengangkat ilmu, kerja keras, dan kejujuran. Namun, semangatnya tetap sama: Indonesia harus berdiri tegak. Indonesia tidak boleh kalah.
Pada bagian tersebut beliau tidak menjelaskan secara eksplisit mengapa ketiga hal itu yang menjadi tantangan bangsa Indonesia pada saat ini. Beliau sadar bahwa bangsa Indonesia dengan mudah dapat mengakses informasi tentang ketertinggalan bangsa Indonesia dalam hal ilmu, kerja keras, dan kejujuran dibandingkan dengan bangsa maju.
Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa ketiga tantangan itu disadari pula oleh Mendikdasmen, Abdul Mu’ti, dan ketiga-tiganya dapat dijawab melalui pendidikan. Para pemerhati pendidikan berpendapat demikian juga. Oleh karena itu, gagasan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah tentang tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat harus didukung sepenuhnya oleh seluruh elemen pemangku kepentingan pendidikan.
Ketika membersamai ratusan peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan pada acara Senam Anak Indonesia Hebat (SAIH) di SMP Negeri 4 Pekanbaru 10 Januari 2025, Mendikdasmen kembali memberikan penguatan tentang tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat yang terdiri atas bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan istirahat cepat dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dari Universitas Negeri Surabaya kita ketahui ketujuh butir kebiasaan itu diberi keterangan sebagai berikut.
1. Bangun Pagi: Awal dari Hari yang Produktif
2. Taat Beribadah: Menumbuhkan Nilai Spiritual dan Sosial
3. Berolahraga Secara Teratur: Menjaga Kebugaran dan Disiplin
4. Makan Sehat dan Bergizi: Dasar Pertumbuhan Optimal
5. Gemar Belajar: Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu dan Kreativitas
6. Bermasyarakat: Membangun Kepedulian Sosial
7. Tidur Tepat Waktu: Kunci Keseimbangan dan Regenerasi
(Sumber:
Universitas Negeri Surabaya
https://s3pendsains.fmipa.unesa.ac.id › ... 14 Juli 2025)
Pada bagian lain Erick Thohir menyatakan bahwa hidup pada zaman yang berat, dunia bergerak cepat. Namun, kita tidak boleh takut karena kita harus percaya, di setiap kampung, di setiap kota, masih ada anak muda Indonesia yang jujur, tangguh, dan berani. Itulah kekuatan bangsa kita. Kita butuh pemuda yang patriotik, gigih dan empati yang mencintai tanah air dengan tindakan nyata, yang tetap berdiri ketika badai datang.
Jika dikaji berdasarkan teori implikatur percakapan (salah satu topik kajian pragmatik), tuturan tersebut mengandung implikatur. Implikatur percakapan adalah proposisi atau “pernyataan” implikatif, yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur di dalam suatu percakapan (Baca: Pokok-Pokok Pragmatik [2024:21] karya Rustono dan Fakhrudin)
Tuturan, “Namun, kita tidak boleh takut karena kita harus percaya, di setiap kampung, di setiap kota, masih ada anak muda Indonesia yang jujur, tangguh, dan berani” mempunyai implikatur yang paling sesuai dengan konteks keadaan pemuda Indonesia saat ini adalah bahwa di setiap kampung dan kota ada pemuda Indonesia yang berdusta, lemah, dan takut. Bukankah banyak pemuda yang melakukan korupsi? Tindakan itu merupakan bukti bahwa mereka pendusta. Tindakan itu juga menjadi indikator kelemahannya dalam menghadapi tantangan hidup yang makin berat. Di samping itu, mereka pun tidak mempunyai nyali untuk berjuang di jalan yang benar. Mereka lebih memilih zona aman.
Mereka memilih jalur pintas agar cepat kuasa. Sama sekali mereka tidak peduli bahwa jalan yang ditempuhnya menabrak konstitusi. Mereka menempuh jalur pintas agar cepat kaya. Tidak peduli jalan yang ditempuhnya itu melanggar hukum agama dan hukum negara!
Peran Pemuda dalam Pergerakan Nasional
Sejarah telah membuktikan bahwa peran pemuda dan mahasiswa sangat penting sejak perjuangan merebut kemerdekaan hingga sekarang, bahkan, hingga masa-masa yang akan datang. Tahun 1908, 1928, 1945, 1966, dan 1998 merupakan tahun-tahun penting bagi pergerakan pemuda dan mahasiswa Indonesia.
Para tokoh pergerakan nasional umumnya berusia belia. Pada tahun 1908 mereka umumnya belum berusia 30 tahun: dr. Sutomo (20 tahun); H.O.S. Tjokroaminoto (26 tahun); Ki Hadjar Dewantara (19 tahun); Haji Agus Salim (24 tahun); Abdul Muis (22 tahun), dan Cipto Mangunkusumo (22 tahun). Namun, mereka mempunyai semangat kebersamaan lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan golongan, kelompok, apalagi kepentingan diri sendiri.
Para pejuang kemerdekaan umumnya juga anak muda. Bung Karno berjuang sejak usia muda. Beliau lahir 6 Juni 1901 dan mulai berjuang untuk Indonesia dengan mendirikan Partai Nasional Indonesia tahun 1927. Bahkan, sebelum itu pun sesungguhnya beliau telah berjuang untuk Indonesia.
Bung Hatta lebih muda lagi. Beliau lahir 12 Agustus 1902. Beliau mulai aktif berpolitik pada tahun 1922. Ketika itu beliau menjadi bendahara Perhimpunan Indonesia. Kemudian, pada tahun 1926 beliau menjadi ketua.
Tokoh perjuangan kemerdekaan lainnya pun umumnya berusia muda. Mereka menjadi tokoh bangsa bukan karena “disulap” oleh orang tuanya dan loyalis orang tuanya. Pahit getir perjuangan benar-benar dialaminya sehingga mempunyai ketangguhan dan keberanian yang luar biasa dalam menghadapi berbagai tantangan.
Sudirman menjadi Panglima Tentara Keamanan Rakyat pada usia muda. Di dalam Tempo edisi 12 November 2021 dijelaskan bahwa Jenderal Sudirman dipilih sebagai Panglima Tentara Keamanan Rakyat (TKR yang selanjutnya menjadi Tentara Nsional Indonesia) pada usia 29 tahun bukan karena background pendidikan militernya. Pengangkatannya bukan pula karena dia merupakan keluarga Sukarno, keluarga Hatta, atau keluarga tokoh miler.
Beliau dipilih karena pengalamannya ketika memimpin Resimen I/Divisi I TKR. Ketika itu beliau berhasil menggembosi Jepang dan mengambil alih gudang senjatanya. Selain itu, kecakapan dan keberaniannya juga menjadi tolok ukur.
Pada tahun 1966 para mahasiswa dan pemuda menjadi motor penggerak penumbangan Orde Lama (orla). Orla dinilai telah melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Pada tahun 1998 mahasiswa kembali tampil sebagai garda terdepan melakukan reformasi. Pada waktu itu terjadi krisis ekonomi dan politik. Hasilnya: Orde Baru tumbang!
Dengan memperhatikan peran pemuda dan proses agar sukses melaksanakan peran sebagaimana dipaparkan, kita semestinya berpikir cerdas dan objektif. Dengan cara demikian, kita dapat menyimpulkan bagaimanakah seharusnya bangsa Indonesia, khsusunya pemuda, mengatasi persoalan besar yang dihadapi bangsa pada saat ini dan pada masa yang akan datang. Berlebihankah jika dinyatakan bahwa pemimpin “karbitan” tidak akan pernah mampu mengatasi masalah besar yang dihadapi bangsa?
 
                                    
 
                                    
 
                                    
 
                                    